Oleh : Ahmad Sriyanto, S.Pd, MH,AAJI, (Med)Ketua DivisiPerlindungan LSM Anti Korupsi & Perlindungan Konsumen AT’TAQWA
Tahun 1999 telah lahir Undang – Undang No. 8 Tentang Perlindungan Konsumen.
Yang selanjutnya disebut Undang – Undang Perlindungan Konsumen disingkat UUPK).
Perlindungan konsumen adalah perangkat hukum yang diciptakan untuk melindungi dan terpenuhinya hak konsumen. Undang-Undang nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen yang bertujuan untuk memberikan kepastian hukum kepada konsumen.
Dalam undang-undang ini juga di jelaskan mengenai tanggung jawab pelaku usaha yang tentunya hal ini di atur untuk memberikan kepastian hukum serta melindungi hak para konsumen tersebut.
Hal demikian memang perlu di atur karena untuk menghindari sikap negatif pelaku usaha terhadap konsumen.
MenurutHornby : “Konsumen (consumer) adalah seseorang yang membeli barang atau menggunakan jasa;
seseorang atau suatu perusahaan yang membeli barang tertentu atau menggunakan jasa tertentu;
sesuatu atau seseorang yang menggunakan suatu persediaan atau sejumlah barang;
setiap orang yang menggunakan barang atau jasa”.
Perlindungan konsumen ini adalah jaminan yang seharusnya didapatkan oleh para konsumen atas setiap produk yang dibeli dari produsen atau pelaku usaha.
Namun dalam kenyataannya saat ini konsumense akan-akan diana ktirikan oleh para produsen atau pelaku usaha tersebut.
Undang-undang tentang perlindungan konsumen ini memang telah di terbitkan namun dalam
proses pelaksanaan atau aplikasi dari undang-undang itu sendiri belum maksimal atau dengan kata lain
peraturan yang ada dalam undang-undang tidak sesuai dengan kenyataan.
PerspektifUndang –UndangPerlindunganKonsumen (UUPK) :
<1>sebagai symbol kebangkitan hak- haksipil,
Hak – hak konsumen pada dasarnya juga adalah hak – hak sipil masyarakat.
Karena itu dengan adanya UUPK, berarti hak – hak sipil masyarakat akan terjamin, terlindungi dengan baik;
<2>merupakan penjabaran lebih detail dari hak asasi manusia,
lebih khusus lagi hak – hake konomi. Sebagai contoh bagian dari HAM,
keberadaan UUPK tidak dapat dilepaskan dari doktin – doktrin HAM yang berlaku secara universal.
UU Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Republik Indonesia menjelaskan bahwa hak konsumen diantaranya adalah hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan atau jasa; hak untuk memilih barang dan atau jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
*hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
*hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian,
*apabila barang dan atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; dan sebagainya.
Sesuai dengan pasal 3 Undang-undang no. 8 tahun 1999 Perlindungan Konsumen, tujuan dari Perlindungan ini adalah :
* Meningkatkankesadaran, kemampuandankemandiriankonsumenuntukmelindungidiri,
* Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa,
* Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen,
* Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi,
* Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan ini sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha,
* Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen.
Apabila ditemui masalah adanya indikasi pelanggaran terhada phak – hak konsumen maka konsumen atau lembaga konsumen berhak melakukan upaya hukum sesuai No 8 th 1999 tentang UUPK Dan UU no 8 Th 1981 tentang KUHP :
Pengaduan/Laporan. Sesuaipasal 1 (24) KUHAP TindakPidanadapatmengajukanlaporanataupengaduan yang
disampaikan oleh seseorang karena hak dan kewajiban berdasarkan Undang – Undang,
kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang didugaakan terjadi peristiwa pidana.
Dan untuk menindak menurut hukum seseorang yang telah melakukan tindak pidana aduan yang merugikan (Pasal 1 (25) KUHAP)
Somasi.
Mengirimkan somasi sebelum secara formal mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan dengan tujuan selain berisiteguran,
juga memberi kesempatan terakhir kepada tergugat untuk berbuat sesuatu dan atau untuk menghentikan suatu perbuatan sebagaimana tuntutan pihak penggugat.
Gugatan.
(-) Gugatan secara perorangan (Personal Standing);
(-) Gugatan secara perwakilan kelompok ( Class Action )
(-) Gugatan secara Kelembagaan ( Legal Standing)
Badan Penyelesaiaan Sengketa Kosumen( BPSK )
Pemerintah pusatmembentuk BPSK di daerah Tingkat II
untuk menyelesaikan sengketa konsumen diluar Pengadilan (Pasal 49 (1) UUPK).
Anggota BPSK terdiri dari unsur :Pemerintah, Lembaga Konsumen, dan Pelaku Usaha (Pasal 49 (3) UUPK) dan apabila di dalam perselisihan sengketa konsumen deat lock diteruskan ke pengadilan tetapi apabila dalam persengketaan ada unsur pidana yang menangani adalah PPNS Perlindungan Konsumen dan Penyidik Polisi Ekonomi.
Indonesia sebagai Negara hukum, harus mengedepankan penegakan hukum, maka konsekuensi yang dimunculkan hukum adalah sebagai panglima tertinggi yang tanpa pandang bulu terhadap siapapun,
Berdasarkan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 telah ditegaskan bahwa semua warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum. Prinsip equality before the law tersebut merupakan norma yang melindungi hak asasi warga negara untuk melawan diskriminasi dan kesewenang-wenangan penguasa.
Baik dari kalangan pejabat, pengusaha, maupun rakyat biasa yang mempunyai hak dan kedudukan yang sama dihadapan hukum.
Ini menjadi tanggung jawab kita bersama sebagai warga Negara Indonesia yang patuh dan taat terhadap hukum untuk berbuat sesuatu dalam rangka ikut mewujudkan Negara Indonesia yang adil, makmur dan sejahtera atas dasaar ke - Tuhanan Yang Maha Esa.