
lpktrankonmasi.id, Tel Aviv - Kamis, (20/03/2025) Puluhan ribu warga Israel turun ke jalan di Tel Aviv dan Yerusalem untuk melakukan aksi protes terhadap kebijakan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, yang memutuskan melanjutkan serangan militer di Gaza serta berencana memecat kepala intelijen, Ronen Bar pada hari Rabu, (19/03/2025).
Di Tel Aviv, sekitar 40.000 demonstran berkumpul dan menuduh Netanyahu mengabaikan nasib 59 sandera yang masih berada di Gaza setelah mengakhiri gencatan senjata dengan Hamas. Mereka meneriakkan kecaman terhadap Netanyahu, menyebutnya sebagai "pengkhianat" dan "diktator."
Sementara itu, di Yerusalem, puluhan ribu orang berdemonstrasi di sekitar parlemen dan kediaman resmi Netanyahu. Mereka menuntut diakhirinya perang, pembebasan sandera, serta penghentian kebijakan yang dinilai membahayakan demokrasi Israel.
Selain memprotes kebijakan militer, aksi ini juga dipicu oleh keputusan Netanyahu untuk memecat Ronen Bar, kepala Shin Bet, yang sedang mengusut dugaan hubungan keuangan ilegal antara para pembantu Netanyahu dan Qatar. Langkah ini dinilai bermuatan politik dan bertujuan memperkuat cengkeraman Netanyahu atas kekuasaan.
Di samping itu, pengangkatan kembali Itamar Ben Gvir sebagai Menteri Keamanan Nasional, meskipun mendapat tentangan dari Jaksa Agung Gali Baharav-Miara, turut memicu ketegangan politik. Ben Gvir dikenal memiliki pandangan ekstrem dan dianggap memperburuk situasi yang sudah tidak stabil.
Gelombang demonstrasi ini mencerminkan meningkatnya ketidakpuasan publik terhadap kebijakan Netanyahu serta kekhawatiran mereka terhadap masa depan demokrasi dan stabilitas keamanan di Israel.
Demonstrasi yang berlangsung dari sore hingga malam ini diwarnai bentrokan antara pengunjuk rasa dan aparat keamanan. Polisi menggunakan meriam air serta gas air mata untuk membubarkan massa yang mencoba mendekati kantor perdana menteri di Yerusalem. Beberapa demonstran ditangkap karena diduga melakukan aksi vandalisme dan merusak fasilitas umum. Namun, tindakan keras aparat justru semakin memicu kemarahan masyarakat, yang menilai bahwa pemerintah berusaha membungkam kebebasan berekspresi rakyatnya.
Selain itu, sejumlah tokoh oposisi dan mantan pejabat tinggi turut serta dalam aksi ini. Di antara mereka adalah mantan Perdana Menteri Ehud Barak serta mantan Menteri Pertahanan Benny Gantz, yang secara terbuka mengkritik kebijakan Netanyahu. Mereka menuduh Netanyahu lebih mementingkan ambisi politik pribadinya dibandingkan kepentingan rakyat. Menurut mereka, seharusnya pemerintah berupaya mencari solusi damai melalui jalur diplomasi daripada terus melanjutkan konflik yang telah merenggut banyak korban jiwa.
Para demonstran juga membawa berbagai spanduk dan poster yang menuntut diadakannya pemilu dini guna menggantikan Netanyahu. Slogan seperti "Netanyahu, turun!" dan "Demokrasi dalam bahaya" banyak terdengar dalam aksi ini. Beberapa analis politik menilai bahwa jika gelombang protes terus membesar, tekanan terhadap Netanyahu akan semakin kuat, yang bisa berujung pada tuntutan pengunduran diri atau mosi tidak percaya di parlemen Israel.
Penulis : Hilman Dani Aufar |
Editor : Hilman |