![]() |
Kriminalisasi Rektor UNIMA dan Isu Jual Beli Ijazah UNJ - www.lpktrankonmasi.id |
lpktrankonmasi.id, Sulawesi - Selasa, (04/02/2025) Polemik pemilihan Rektor Universitas Negeri Manado yang beraroma persaingan tidak sehat antar para calon rektor rupanya belum berakhir.
Kendati Dr. Joseph Philip Kambey telah dilantik sebagai Rektor UNIMA oleh Mendikti Saintek RI namun persoalan narasi plagiarisme masih terus dihembuskan oleh sejumlah Anggota Senat UNIMA yang menjadi rival sang rektor Dr. Joseph Philip Kambey.
Tak tanggung-tanggung Dr. Joseph Philip Kambey kini menjadi sasaran kriminalisasi dari sekelompok dosen yang membawa isu plagiarisme ke ranah hukum. Ramai diberitakan, Kambey dipolisikan oleh sejumlah Anggota Senat UNIMA yang diwakili pengacara dari LBH Makapetor Erik Mingkid dengan tuduhan melakukan tindakan plagiasi.
Kasus plagiarisme yang dituduhkan ke sang rektor bermula ketika salah seorang mahasiswa yang tanpa hak dan izin mencantumkan nama Joseph Philip Kambey dalam satu karya tulis sebagai penulis.
Kemenristek Dikti RI yang menerima laporan terkait isu plagiarisme Joseph Philip Kambey telah melakukan pemeriksaan dan mengambil kesimpulan berdasarkan hasil penyelidikan bahwa terlapor Joseph Kambey tidak terbukti melakukan plagiarisme.
Hal itu ditegaskan oleh Irjen Kemendikti Saintek RI Catharina Muliana Girsang, sehingga yang bersangkutan tetap dianggap memenuhi syarat menjadi calon rektor UNIMA dan kemudian terpilih dengan suara terbanyak.

Terseret Kasus Universitas Negeri Jakarta
Joseph Philip Kambey sendiri tercatat sebagai eks mahasiswa pascasarjana Universitas Negeri Jakarta (UNJ). Pada tahun 2017 lalu UNJ memang diterpa isu plagiarisme sejumlah eks mahasiswa program doktoral, dimana salah satu mahasiswanya eks Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam.
Berawal dari kasus tersebut, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi menurunkan Tim Evaluasi Kinerja Akademik (EKA). Dari hasil penyelidikan, Tim EKA Kemenristekdikti melaporkan temuan mereka kepada Universitas Negeri Jakarta terkait dugaan plagiarisme dan kemudian metrembet ke kasus proses pendidikan program pascasarjana UNJ.
Selain kasus plagiarisme, Tim EKA Kemenristekdikti ini menemukan bahwa terdapat kejanggalan soal perbandingan antara promotor dan jumlah mahasiswa doktoral antara tahun 2012-2016 dalam program doktoral UNJ dan terindikasi melanggar Peraturan Menristekdikti 44/2015 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi.
Pada peraturan Menteri ini, diatur beban tambahan bagi seorang dosen buat menjadi pembimbing karya ilmiah hanya 10 mahasiswa dalam setahun.
Namun faktanya ditemukan satu dosen di UNJ telah menjadi pembimbing mahasiswa program doktoral dalam setahun melebihi 10 mahasiswa dan bahkan ada yang lebih dari 100 mahasiswa pertahun, salah satunya adalah Prof. Dr. H.Djaali.
Seperti diketahui berdasarkan data hasil konfirmasi ke pihak UNJ melalui Wakil Rektor I Bidang Kemahasiswaan dan Akademik UNJ, Prof. Dr. Ifan Iskandar, M.Hum, ternyata Prof. Dr. H.Djaali juga tercatat menjadi Dosen Promotor program Dotoral untuk Joseph Philip Kambey.
Kembali ke temuan Tim EKA, bahwa bila ditotal selama empat tahun (2012-2016), jumlah lulusan program doktor di UNJ membengkak. Djaali yang paling banyak menjadi promotor mahasiswa program doktoral selama kurun waktu empat tahun membimbing 327 mahasiswa (termasuk menjadi Dosen Promotor Rektor UNIMA Joseph Philip Kambey).
Ketika itu, Ketua Tim EKA Supriadi Rustad menyebut pihak UNJ tidak memenuhi standar kualitas akademik dan melanggar Permenristekdikti Nomor 44 Tahun 2015 serta Permenristekdikti Nomor 100 Tahun 2016.
Supriadi menegaskan bahwa pelanggaran serius yang indikasinya bukan hanya soal plagiat, tapi juga jual beli ijazah.
Berdasarkan dokumen yang ada, kejanggalan proses pendidikan pada Program Pascasarjana UNJ dijabarkan dalam beberapa poin, salah satunya ketidakcocokan antara jumlah kelulusan mahasiswa program doktor dan data penerbitan nomor ijazah yang dikeluarkan UNJ sejak Desember 2004 hingga September 2016. Dari sana, ada indikasi praktik jual-beli ijazah dalam program doktor UNJ.
Dalam kurun itu, UNJ meluluskan 2.104 mahasiswa doktoral. Sementara, dari jumlah penerbitan nomor ijazah, UNJ meluluskan 2.557 mahasiswa. Ada selisih 453 mahasiswa yang lulus program doktor selama kurun hampir 12 tahun.
Dari data di atas, penulis belum terkonfirmasi apakah Joseph Philip Kambey masuk dalam kategori lulusan bermasalah atau tidak terlibat dugaan praktek jual beli ijazah. Berdasarkan hasil penelusuran dan data dari pihak UNJ, Joseph Philip Kambey merupakan doktor yang ke 2058 program pascasarjana di UNJ tertanggal 23 September 2013.
Kembali ke permasalahan Prof. Dr. H Djaali, Menristekdikti akhirnya mencopot jabatan Djaali selaku Rektor UNJ. Begitupun gelar Doktor Nur Alam, eks Gubernur Sultra, dicabut oleh UNJ pada tahun 2019.
Merujuk dari persoalan di atas, kasus plagiarisme di UNJ ternyata tidak terbukti, namun Prof. Djaali sudah terlanjur disanksi pencopotan dari jabatan rektor dan nama baiknya kadung tercoreng.
Dan pihak Polda Sulut perlu hati-hati dan cermat menyikapi laporan terkait kasus plagiarisme. Karena upaya kriminalisasi sepertinya sedang menyasar Rektor UNIMA Joseph Kambey, meski prakteknya berbeda dengan kasus yang menimpa Nur Alam di UNJ.
Terlebih dalam kasus di UNIMA, Joseph Kambey memang sejak awal tidak menulis karya yang dipersoalkan dan tidak mempublikasikan tulisan tersebut sebagai karya tulisanya, alias orang lain yang menulis dan mencatut nama beliau tanpa ijin kemudian kasus ini menyeret nama Joseph Kambey.
Penelusuran Program Doktoral UNJ
Penulis masih melakukan upaya penelusuran dan konfirmasi kepada pihak UNJ dan Kemendikti Saintek mengenai dampak dari Dosen Promotor yang melebihi kapasitas (batas maksimal 10 mahasiswa namun yang dibimbing mencapai lebih dari 300 dalam kurun waktu 4 tahun) dan mahasiswa yang sudah dinyatakan lulus atas bimbingan dosen promotor yang over kapasitas.
Selain itu, kepatutan masa studi dan maksimal beban studi yang dicapai Joseph Kambey saat menjadi mahasiswa pascasarjana UNJ tahun 2010-2013 belum juga terkonfirmasi di Kemenditkti Saintek dan pihak UNJ.
Terkait dengan beban studi tersebut, ada diatur dalam dua peraturan yakni Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor: 232/U/2000 Tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Perguruan Tinggi Dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa, dan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 212/U/1999 tentang Pedoman Penyelenggaraan Program Doktor.
Beban studi program doktor bagi peserta berpendidikan magister (S2) tidak sebidang sekurang-kurangnya 52 (lima puluh dua) SKS yang dijadwalkan untuk 5 (lima) semester dan dapat ditempuh kurang dari 5 (lima) semester dengan lama studi selama-lamanya 11 (sebelas) semester.
Sementara aturan lain mengenai beban belajar mahasiswa program doktoral paling banyak 9 (sembilan) sks per semester.
Berdasarkan data dokumen Transkrip Akademik dari UNJ, Joseph Philip Kambey menyelesaikan pendidikan S3 program doktor di UNJ : Periode tahun 2010-2011 sebanyak 2 semester, Periode Tahun 2011-2012 1 semester, dan Periode 2012-2013 hanya 1 Semeseter untuk mata kuliah Disertasi.
Dari data ini, tahun 2010-2011 Joseph Kambey menempuh studi sebanyak 27 SKS dalam 2 semester dan tahun 2011-2012 dalam 1 semester sebanyak 15 SKS. Berdasarkan fakta ini, jumlah maksimal beban belajar mahasiswa program doktoral paling banyak 9 sks per semester memang sudah melewati batas maksimal dari ketentuan tersebut.
Sebelumnya, tim Evaluasi Kinerja Akademik (EKA) dan Tim Independen menemukan adanya perkuliahan yang tak wajar program doktoral pascasarjana UNJ. Yakni pemadatan jadwal kuliah, rasio promotor dan mahasiswa yang tak sebanding, dan pemalsuan daftar hadir. Kasus ini belum bisa ditelusuri ada keterlibatan Joseph Kambey di dalamnya.
Hal tersebut masih dalam penelusuran tim SPRI untuk memastikan Rektor UNIMA Josep Philip Kambey tidak tersandung masalah dalam proses pendidikannya di program pascasarjana UNJ tahun 2010-2013.
Penulis : Heintje Mandagie Ketum DPP SPRI |
Editor : Hilman |