Semarang,
lpktrankonmasi.com
Melonjaknya kebutuhan
masyarakat akan Rapid Antigen diduga memicu beberapa oknum tak bertanggungjawab
yang dengan sengaja mengedarkan Rapid Antigen dari berbagai merk yang belum
memiliki ijin edar.
Rabu (05/05/2021) Direktorat
Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jateng berhasil menangkap seorang
karyawan PT. SSP berinisial SPM (34) yang yang beralamat di Jl. Paradise Sunter
Jakarta Utara, diduga sebagai pengedar alat Rapid Antigen tanpa ijin edar di
Jawa Tengah.
Pengungkapan kasus
tersebut dipimpin langsung oleh Kapolda Jateng Irjen Pol Ahmad Luthfi,
didampingi Wakapolda Jateng Brigjen Pol Abiyoso Seno Aji dan Dirreskrimsus
Polda Jateng Kombes Pol Johanson Ronald.
Bermula dari informasi
masyarakat, yang diketahui sejak Januari 2021, petugas Ditreskrimsus Polda
Jateng bahwa marak penjualan alat Kesehatan yang berupa alat rapid test antigen
covid-19 merek clungene di Wilayah Jawa Tengah.
Selanjutnya Petugas melakukan
penyelidikan dengan cara undercover sebagai salah satu konsumen yang ingin
membeli alat rapid test antigen clungene secara COD di Jl.Cemara III No.3
Padangsari, Kec Banyumanik. Ditempat tersebut petugas mengamankan dua orang
kurir Sdr. PF dan Sdr. PRS yang kedapatan membawa alat rapid test merk
Clungene sebanyak 25 boks @25 pcs yang diduga tidak memiliki ijin edar.
Selang beberapa jam
kemudian Kasubdit I Indagsi Ditreskrimsus Polda Jateng AKBP Asep
Mauludin, bersama tim melakukan penggeledahan dan penyitaan di Jl. Perak No. 9
Kwaron 2 Bangetayu Semarang yang merupakan rumah milik saudara SPM, di tempat
tersebut penyelidik menemukan barang bukti ratusan box Alat Rapid Antigen
berbagai merk yang diduga tidak memiliki ijin edar.
"Modus operandinya
yaitu mereka menjual sesuai pemesanan kemudian mereka datang dan pembeli
membayar DP, tersangka ini menjual barang-barang tersebut ke klinik maupun
perseorangan." Ungkap Dirreskrimsus.
"Sudah kita
amankan 450 pack di TKP wilayah Genuk Semarang, jangan sampai dalam situasi
covid-19 ini ada pihak-pihak yang ingin mencari keuntungan," jelas
Kapolda.
Dari pengakuan pelaku,
dalam 1 minggu pelaku dapat menjual 300 s/d 400 boks x 100.000,- = Rp
40.000.000,- (empat puluh juta rupiah) atau Rp 160.000.000,- (seratus enam
puluh juta rupiah) setiap bulan dan jika ditotal selama 5 bulan jadi sebesar Rp
800.000.000,- (delapan ratus juta rupiah) pendapatan bersih.
"Pada tanggal 30
April kemarin kita berhasil amankan pelaku beserta barang buktinya, menurut
pengakuan pelaku keuntungan selama 5 bulan mencapai 2,8 Miliar, perbandingannya
adalah dia lebih murah karena tidak memiliki ijin edar" kata Kapolda.
Untuk pendapatan kotor
selama 5 (lima bulan) sebanyak Rp 2.800.000.000,- (dua milyar delapan ratus
juta ribu rupiah). Dengan area pemasaran khususnya diwilayah hukum Jawa Tengah.
Dengan beredarnya Alat
Rapid Antigen tanpa ijin edar ini, lanjut Kapolda dikhawatirkan barang tersebut
dipalsukan atau tidak memenuhi
kualifikasi kesehatan yang sudah ditetapkan.
Dirreskrimsus Polda
Jateng mengungkapkan tersangka adalah Sales dengan kantornya ada di Jakarta.
Kemudian mencari pasar di Semarang.
"Kalo ada yang
pesan dia menghubungi Jakarta dan Jakarta kirim ke sini"jelasnya.
Untuk
mempertanggungjawabkan perbuatanya pelaku dijerat dengan UU RI No. 36 tahun
2009 tentang Kesehatan dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan
denda paling banyak Rp. 1.500.000.000 (satu milyar lima ratus juta rupiah)” dan
UU RI Nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen denganpidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000
(dua milyar rupiah).
Dengan berhasilnya diungkapnya
kasus pengedaran Alat Rapid Antigen tanpa ijin edar ini menunjukkan peran Polri
yang presisi semakin nampak. Hal itu adalah sebuah diksi lain sebagai transformasi
polri dalam penegakan hukum yang humanis dan berkeadilan.