Polman,
LpkTrankonmasi.com
Kamis (03/09/2020)
Manakarra Aktivis Club
(MAC) layangkan surat laporan resmi ke Kejaksaan Tinggi Provinsi Sulawesi Barat
terkait adanya dugaan pungli yang diduga dilakukan oleh oknum Tenaga Pendamping
Masyarakat (TPM) terhadap kelompok tani P3AI (Perkumpulan Petani Pengguna Air
Irigasi).
Kedatangan Yoga S Bahri selaku Presiden MAC diterima oleh
Amiruddin, Kabag Humas Kejati Sulbar.
"Kita akan telaah
laporan yang dibawa oleh Presiden MAC, dan akan memanggil para pihak terlapor
untuk dimintai keterangan" ungkap Amiruddin, Kabag Humas Kejati.
Diketahui bahwa
kegiatan pada Program Percepatan Peningkatan Tata Guna Air Irigasi (P3-TGAI)
adalah kegiatan yang bersumber dari APBN 2020 sementara pihak penerima adalah kelompok
Perkumpulan Petani Pengguna Air (P3AI).
"Manakarra Aktivis
Club, akan terus mengawal kegiatan ini sejak tahap pertama hingga tahap ketiga.
Untuk sementara di tahap pertama yaitu Kabupaten Mamuju Tengah dan Kabupaten
Majene kami menemukan dugaan praktek pungli yang diduga dilakukan oleh oknum tenaga
pendamping masyarakat (TPM) beserta dengan bukti yang telah kami lampirkan,”kata
Presiden MAC.
“ Sedangkan di tahap
kedua yaitu kabupaten Polman dan kabupaten Mamasa, MAC sedang melakukan
pendampingan dan investigasi di beberapa titik yg diduga disinyalir terdapat
praktek pungli ataupun dgan mal administrasi dalam surat perintah tugas (SPT)
dan diduga melanggar Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
(PUPR) tentang penetapan irigasi,” jelas Presiden MAC yang akrab disapa Bang
Yoga.
"Pihak Kejati akan
menjalankan tugas utamanya dalam penegakkan hukum dalam hal memberantas bagi
siapa saja yang mencoba melakukan praktek pungli ataupun tindak pidana korupsi,"
kunci Amiruddin sesaat setelah menerima laporan tersebut.
Perbuatan
oknum PTM ini menimbulkan dugaan pungli.
Pungutan liar (pungli) adalah pungutan yang tidak memiliki dasar hukum
meski telah didahului dengan kesepakatan para pemangku kepentingan. Karena pada
dasarnya kejahatan juga bisa dilakukan melalui sebuah kesepakatan dan
pemufakatan (pemufakatan jahat).
Dari ketentuan tersebut maka dugaan pungutan dikalangan
petani tersebut ada dugaan sebagai penyalahgunaan wewenang jabatan (Abuse
of Power) yang dimasukkan sebagai bagian inti delik (bestanddeel
delict) tindak pidana pungli dan yang diduga menyalahgunakan wewenang
harus memenuhi 2 (dua) syarat yang sifatnya komulatif; pertama, terbukti
melakukan perbuatan pidana (actus reus), dan kedua, terbukti
adanya unsur kesalahan (opzet)
sehingga dapat dipertanggungjawabkan niat jahatnya (mens rea).
Hukuman
pidana bagi pelaku pungli bisa dijerat dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001
tentang Pemberantasan Pidana Korupsi, khususnya Pasal 12 E dengan ancaman
hukuman penjara minimal empat tahun dan maksimal 20 tahun. Pelaku pungli juga
bisa dijerat dengan Pasal 368 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal sembilan
bulan.
Sedangkan hukuman administratif bagi pelaku pelanggaran
mal administrasi termasuk bagi pelaku pungli bisa dikenakan Pasal 54 hingga
Pasal 58 dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Sanksi
administratif berupa teguran lisan, teguran tertulis, penurunan pangkat, penurunan
gaji berkala, hingga pelepasan dari jabatan.
Bahwa dalam dugaan kasus
pungutan liar yang diduga dilakukan oleh oknum TPM tidak ada cantolan atau
dasar dilakukannya pungutan terhadap para petani. Jika pungutan dilakukan
dengan tekanan maka diduga ada unsur pemerasan sesuai pasal 368 KUHP.
(Budiawan)