Sampang,
Lpktrankonmasi.com
Organisasi
kemasyarakatan (Ormas ) dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang tergabung
dalam Aliansi Damai Pantura (ADP) Ormas Projo,LSM L-Kuhap,LSM Elang Putih
Indonesia, LSM KPK Nusantara, LSM JPKP dan juga LPKSM PK-PU Indonesia melakukan
audiensi dengan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Sampang
terkait dengan kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) peningkatan kapasitas kepala
desa di Banyuwangi yang dilaksanakan pada tanggal 27 - 31 Agustus 2020 lalu
yang diduga dana bimtek tersebut bocor ratusan juta rupiah.
Senin (14/09/2020).
Peserta audiensi
langsung ditemui Plt Kepala DPMD Suhanto dan Sekertarisnya. Audiensi dilakukan
di Aula DPMD, ketegangan sempat terjadi dalam audensi tersebut karena Suhanto
tidak bisa menjawab sejumlah pertanyaan yang dilayangkan ADP terkait kegiatan
Bimtek tersebut.
M. Muhni, selaku
Koordinator Aliansi Damai Pantura mengatakan," Kegiatan Bimtek peningkatan
kapasitas kepala desa yang dilaksanakan oleh DPMD terkesan hanya buang-buang
anggaran desa. Apalagi tindak lanjut dari Bimtek tersebut tidak jelas.”
“Kami menilainya
kegiatan Bimtek tersebut hanya menguras dana desa. Tapi timbal balik kepada
desa kedepan tidak jelas,” tudingnya.
Muhni mengungkapkan, untuk
mengikuti Bimtek setiap kepala desa atau perangkat dikenakan biaya Rp. 5 juta
yang diambilkan dari Anggaran Dana Desa (ADD). Uang itu ditransfer oleh kepala
desa melalui nomor rekening BRI yang sudah disediakan.
“Jika dikalkulasi 5
juta dikalikan 180. Maka dana yang terkumpul sekitar Rp 900 juta. Uang segitu
banyaknya digunakan untuk apa saja, seandainya dana itu digunakan untuk
membangun jalan pasti jauh lebih bermanfaat kepada masyarakat, ini malah diduga
dibuat jalan-jalan,” tegurnya.
Herman Hidayat,S.Pd Ketua
DPC Projokowi Sampang juga mengatakan bahwa anggaran tersebut tidak diusulkan
melalui hasil Musrenbang tingkat desa, pihaknya menduga kegiatan tersebut mengangkangi
aturan tentang pemerintahan desa, yang tertera dalam Undang-Undang Nomor 06 Tahun
2016, Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014, Permendagri Nomor 114 Tahun
2014, Permendagri Nomor 20 tahun 2018, dan Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 04
Tahun 2018," kata Herman.
“Kami akan meminta
surat pertanggung jawaban (SPJ) kegiatan bimtek ini dan kami sudah melakukan
hitung-hitungan sesuai dengan PMK No.78 Tahun 2019,”terangnya.
Berikut adalah dugaan uraiannya
;
Tranportasi Darat PP SPG-SBY + SBY-BYWG = Rp235.000
+ Rp285.000 x 2 = Rp.520.000
Hotel (setara untuk Gol. III) x 4 hari = Rp664.000 x
4 hari = Rp2.656.000
Taksi Studi Banding (PP Hotel ke Lokasi) = Rp194.000
x 2 = Rp388.000
Taksi Outbond (PP Hotel ke Lokasi) = Rp194.000 x 2 =
Rp388.000
Nara Sumber BIMTEK Eselon II/Disetarakan dalam 6 jam
per hari x 4 hari/180 peserta = Rp1.000.000 x 6 x 4 = Rp12.000.000/180 orang
peserta = Rp.66.667,00
Total tarif per orang = Rp.4.018.000,00
Tarif per orang Rp5.000.000 x 180 orang = Rp.900.000.000,00
Penghitungan Tarif BIMTEK menurut PMK No. 78 Tahun
2019 = Rp4.018.000 x 180 orang = Rp.723.360.000,00
Potensi kebocoran = Rp900.000.000 – Rp723.360.000 =
Rp176.640.000
Kebocoran ini akan
lebih besar lagi jika menggunakan Perpres No. 33 Tahun 2020 dan Perbup Sampang
dan kami akan laporkan ke BPK Provinsi Jatim dan juga BPK RI jika ada
penyelewengan ," Jelasnya Herman.
Sementara itu, Kabid
Bina Pemerintahan Desa dan juga Plt.DPMD
Kabupaten Sampang, Suhanto membenarkan bahwa anggaran kegiatan tersebut
bersumber dari ADD dari setiap desa peserta Bimtek Peningkatan Kapasitas Kepala
Desa tersebut, namun demikian pihaknya mengaku bahwa kegiatan tersebut
dilaksanakan atas kemauan dari setiap koordinator desa.
“Kegiatan Bimtek itu
kemauan dari Asosiasi Kepala Desa (AKD). Kami sifatnya hanya memfasilitasi
saja,” dalihnya.
Ia juga mengatakan
bahwa manfaat kegiatan tersebut untuk meningkatkan kualitas dan kapasitas
kepala desa, namun pihaknya juga menyayangkan terkait jumlah peserta yang
mengikuti kegiatan Bimtek tersebut, karena kapasitas satu desa yang menghadiri
180 kepala desa sulit untuk memberikan informasi secara utuh.
“Kami menyadari bahwa
bimtek itu kurang maksimal. Mungkin ke depan akan dilakukan pemetaan potensi
desa setiap peserta dengan tempat studi banding yang menjadi rujukan,”
pungkasnya.
Lebih lanjut Kabiro LPK Trankonmasi Sampang call melalui sambungan telpon bertanya kepada Sriyanto Ahmad selaku Ketua lembaga Perlindungan Konsumen Trankonmasi yang sering melakukan monitoring kegiatan atau progam desa, apakah progam tersebut sesuai
dengan regulasi atau peraturan perundang-undangan.
Dengan suara khas nya Sriyanto
Ahmad mengatakan,”Karena bintek tersebut
tidak melalui Musrembangdes, progam tersebut ada dugaan Maladministrasi sesuai Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008
tentang Ombudsman Republik Indonesia adalah perbuatan melawan hukum, melampaui wewenang,
menggunakan wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan wewenang
tersebut, termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum dalam
penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan oleh Penyelenggara Negara dan
pemerintahan yang menimbulkan kerugian materiil dan/atau immateriil bagi
masyarakat dan orang perseorangan.”
Sriyanto Ahmad,
SPd, MH, (Med), Ketua Umum Lembaga Perlindungan KonsumenTRANKONMASI
Lebih lanjut Sri Ahmad panggilan akrabnya menjelaskan,”Hal ini ada dugaan penyalahgunaan
wewenang ( Abuse of Power),
penyimpangan prosedur, pengabaian kewajiban hukum karena kegiatan bintek tidak melalui musrembangdes, dan tidak melalui prosedur RKP
Desa, RAPB yang selanjutnya disahkan dan ditetapkan menjadi APBD Desa oleh
Kepala Desa dan mendapat persetujuan BPD, dan apabila hal ini menimbulkan (gross inefficiency) atau kecenderungan
suatu instansi publik memboroskan keuangan Negara yang mengakibatkan potensi
kerugian Negara ada dugaan melanggar Delik Pidana Korupsi(Tipidkor)
(Anaf/Stinggil)