Oleh : Pudjo Rahayu
Risan
Hampir, bahkan nyaris
keseluruhan aktivitas atau kegiatan yang selama ini berjalan sebagaimana
lazimnya, karena pandemic Covid-19 suka atau tidak suka menjadi berkurang
bahkan berhenti total. Hampir semua peristiwa yang melibatkan banyak orang,
dikenakan protokol kesehatan dengan tujuan untuk memutus mata rantai penyebaran
Covid-19. Tidak terkecuali pelaksanaan Pilkada serentak 2020 yang akan
dilaksanakan 9 Desember 2020, dimungkinkan pandemic Corona belum mereda apalagi
tuntas.
Menghadapi pelaksanaan
demokrasi untuk memilih pemimpin, sebagaimana penekanan Presiden Jokowi,
demokrasi harus tetap berjalan dengan baik, tanpa mengganggu kecepatan kerja
dan kepastian hukum, serta budaya adiluhung bangsa Indonesia. Agenda Pilkada
2020 harus tetap berjalan dengan disiplin tinggi dalam menjalankan protokol
kesehatan.
Peraturan
Komisi Pemilihan Umum (KPU) No 6/2020
Untuk mengawal dua
aspek sekaligus, yaitu aspek demokrasi dan aspek kesehatan KPU mengeluarkan
Peraturan KPU (PKPU) Nomor 6/2020 Tentang Pelaksanaan Pemilihan Gubernur dan
Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota
Serentak Lanjutan Dalam Kondisi Bencana Nonalam Covid-19.
Mari kita kritisi,
telaah PKPU 6/2020 dengan harapan semua komponen penyelenggara Pilkada 2020 dari
tingkat nasional, provinsi, kabupaten-kota, kecamatan, desa/kelurahan bahkan
sampai ditingkat TPS (Tempat Pemungutan Suara) paham dan mampu
mengimplementasikan dengan benar. Benar baik dari aspek demokrasi dan aspek
kesehatan. Jangan sampai demokrasi terganggu karena protokol kesehatan, dan
jangan sampai protokol kesehatan terlanggar karena proses demokrasi.
Pasal
1 poin 31.
Lembaga Penyiaran Publik (LPP) adalah lembaga penyiaran yang berbentuk badan
hukum yang didirikan oleh negara, bersifat independen, netral, tidak komersial
dan berfungsi memberikan layanan untuk kepentingan masyarakat. Poin 32. Lembaga
Penyiaran Swasta (LPS) adalah lembaga penyiaran yang berbentuk badan hukum
Indonesia, yang bidang usahanya khusus menyelenggarakan siaran radio atau
siaran televisi.
Dua poin tentang
Lembaga Penyiaran Publik dan Swasta, dirasa masih kurang yaitu Lembaga
Penyiaran Komunitas. Lembaga Penyiaran Komunitas (LPK) adalah lembaga penyiaran
yang menyelenggarakan penyiaran radio atau televisi, yang memberikan pengakuan
secara signifikan terhadap peran supervisi dan evaluasi oleh anggota
komunitasnya, melalui sebuah lembaga supervisi yang khusus didirikan untuk
tujuan tersebut.
Menurut UU No.32/2002
tentang Penyiaran, LPK merupakan lembaga yang bergerak di bidang pelayananan
siaran yang berbentuk badan hukum Indonesia, didirikan oleh komunitas tertentu,
bersifat independen, dan tidak komersial, dengan daya pancar rendah, luas
jangkauan wilayah terbatas, serta untuk melayani kepentingan komunitasnya.
Catatan apa yang
diharapkan dengan ditambah LPK ? Karakteristik LPK didirikan oleh komunitas
tertentu, bersifat independen, dan tidak komersial, dengan daya pancar rendah,
luas jangkauan wilayah terbatas, serta untuk melayani kepentingan komunitasnya.
LPK diberi kanal dengan frekuensi 107,7, 107, 8 dan 107,9 dengan daya pancar
rendah, luas jangkauan terbatas diperuntukkan melayani komunitasnya.
Karakteristik semacam
ini banyak individu yang dengan mudahnya mendirikan LPK. Fakta empirik, LPK
atau yang sering disebut Radio Komunitas ini ramai bermunculan ketika ada musim
pemilu. Radio Komunitas sering didirikan tidak melalui proses dan prosedur yang
ditentukan. Maka ada istilah dimasyarakat terkenal dengan sebutan radio gelap.
Bagi pemerintah dalam hal ini Balai Monitoring (Balmon) dibawah Kementrian
Komunikasi dan Informatika (Kominfo), disebut radio tidak berijin.
Keberadaan radio tidak
berijin diyakini menjadi sarana yang efektif sekaligus efisien untuk kampenya
bagi tim sukses atau peserta pemilu termasuk pilkada, apalagi kerumunan massa
dilarang radi LPK menjadi menarik. Walau melanggar peraturan perundang-undangan
dan termasuk pidana. Implikasi dari banyak yang memanfaatkan keberadaan radio
tidak berijin ini, bagi pengelola ada kecenderungan menambah daya atau power dengan
harapannya jangkauannya semakin luas. Padahal ketentuan pemberian kanal hanya
terbatas pada frekuensi 107,7, 107,8 dan 107,9 dengan daya pancar rendah.
Dengan ditambah daya
atau power, sangat berbahaya karena bisa menggangu frekuensi yang dipergunakan
didunia penerbangan, dimana frekuensi 107,7, 107,8 dan 107,9 berdekatan dengan
frekuensi penerbangan. Konten siaran, termasuk lagu-lagu bisa menembus ruang
Kokpit atau Flight Deck adalah
ruangan khusus yang ada di bagian depan pesawat dimana pilot bisa mengendalikan
pesawat terbang. Kokpit terdiri dari Flight
Instrument (Instrumen Penerbangan) dan Flight
Control (Kontrol Penerbangan) yang memungkinkan pilot untuk mengendalikan
pesawat. Radio gelap atau radio tidak berijin dengan frekuensi 107,7, 107,8 dan
107,9 berdekatan dengan frekuensi penerbangan sungguh sangat berbahaya.
Kampanye lewat
radio-radio komunitas yang tidak berijin memang sangat efektif dan murah
dibanding dengan memasang iklan di radio yang berijin apalagi Radio Swasta.
Radio swasta bayar pajak tetapi dari komunitas tidak bayar pajak, maka sangat
berpengaruh dengan tarip iklan.
Pasal 2 Pemilihan
Serentak Lanjutan selain diselenggarakan dengan prinsip sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), juga diselenggarakan dengan mengutamakan prinsip kesehatan dan
keselamatan, berpedoman pada protokol kesehatan pencegahan dan pengendalian
Covid-19. Pasal ini rasa-rasanya baru pada tataran konsepsional. Perlu
diterjemahkan di PKPU 6/2020 menjadi tataran operasional. Artinya disetiap
penyelenggara baik KPU maupun Bawaslu diwajibkan koordinasi dengan unsur
kesehatan yang mempunyai otoritas, kompetensi
dan kapabilitas tentang Covid-19.
Pasal 5, ayat (1)
dengan memperhatikan kesehatan dan keselamatan penyelenggara Pemilihan, peserta
Pemilihan, Pemilih, dan seluruh pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan
Pemilihan. Perlu ada pedoman operasional.
Pasal 6, kegiatan
bertatap muka secara langsung diperlukan kedisiplinan dikaitkan dengan
tersedianya alat pelindung diri dengan kualitas standar termasuk cara
penggunaannya.
Pasal 7, kegiatan yang
bersifat mengumpulkan orang dalam jumlah banyak penyediaan sumber daya
kesehatan sebagai antisipasi keadaan darurat berupa obat, perbekalan kesehatan,
dan/atau personel yang memiliki kemampuan di bidang kesehatan atau tim dari Gugus
Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) sesuai dengan
tingkatannya. Disinilah rawan muncul mispersepsi diantara stakeholders yang
ada.
PKPU 6/2020 lebih
mengarahkan internal KPU disemua tingkatan. Namun pada tataran operasional
masih dirasa kurang. Disamping itu, PKPU 6/2020 juga sangat terbatas bahkan
sulit dijumpai aspek-aspek komunikasi, koordinasi dan supervise dengan pihak
lain yang dilapangan harus sinergi.
(Drs. Pudjo Rahayu Risan, M.Si, Pengamat Kebijakan
Publik, Fungsionaris Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI) Semarang dan
Pengajar tidak tetap STIE Semarang dan STIE BPD Jateng)