Surat
laporan Polda Metro Jaya.
Bekasi,
LpkTrankonmasi.com
Menyoal adanya dugaan
tindak pidana penipuan dengan modal Surat Perintah Kerja (SPK) yang diduga
fiktif dengan kegiatan pembangunan
jaringan wireless kecamatan dan SKPD Kota Bekasi . TA 2010.
Obadja Haarder Lahatn
(korban) yang didampingi kuasa hukumnya
T. Arifin SH dan Galih Aria Pamungkash, sebab merasa dirugikan bertahun-tahun, mendatangi Polda Metro Jaya
untuk melaporkan dugaan penipuan, dengan nomor Laporan Polisi LP./2309/V/2016/PMJ/Dit
Reskrimum diduga pelaku tersebut bermodal selembar Surat Perintah Kerja (SPK)
yang belakangan diketahui bodong berlogo
Pemerintah Kota Bekasi.
Adapun kronologis
singkat yang dikutip dari kuasa hukum pelapor DSAG LAW FIRM & PATNERS,
bahwa pada tanggal 12 Mei 2016, dilaporkan dengan adanya dugaan penipuan dan
penggelapan dana milik kliennya (Cristian/pelapor) sebesar Rp.1.360.000.500,- ,
namun dengan berjalannya waktu dalam perkembangan penyidikan Vera Susanti
(terlapor) meminta penyelesaian secara kekeluargaan, dan terlapor siap membayar
semua kerugian yang dialami oleh pelapor, atas dasar permintaan terlapor maka
ditempuh jalur mediasi melalui penyidik.
Selanjutnya berdasarkan
keinginan terlapor dan pelapor disepakati laporan polisi ditunda sementara
untuk penyelesaian melalui jalur mediasi, dari kesepakatan pada tanggal 24 Juli
2016 bertempat di kantor notaris BenyEfran dibilangan Fatmawati, adapun nilai
uang modal yang telah dikeluarkan oleh pelapor dari tahun 2010 untuk mendanai
proyek yang diduga fiktif sebesar Rp. 1.360.000.500,- dan bahkan terlapor berjanji
akan menyerahkan aset miliknya (Vera Susanti - red) yakni berupa rumah yang
terletak di Jalan Lambang Sari, Kecamatan Tambun Selatan Bekasi, dan Terlapor
minta waktu selama 3(tiga) bulan untuk menebus/membayar kewajiban untuk
mengembalikan dana pelapor, dalam kurun waktu 3 (tiga) bulan ternyata terlapor
(Vera Susanti - red) tidak bisa mengembalikan dana tersebut dengan alasan sertifikat
masih dijaminkan di Bank Mandiri, kemudian Terlapor mohon kepada Pelapor agar
mau menebus di Bank tersebut sebesar Rp.130.000.000,- dan disepakati dibuat
akta-akta yang biayanya ditanggung bersama oleh kedua belah pihak, sehingga
aset tersebut dinilai sebesar Rp. 1.510.875.000,- dan pelapor memberikan tengat
waktu 3 (tiga) bulan untuk menebus aset tersebut, akan tetapi Terlapor Mohon
agar diberi waktu 6 (enam) bulan yang jatuh Tempo tanggal 20 April 2017.
Beberapa perjanjian
yang dibuat melalui Nyoman Beratha (rekan di kantor notaris- red) maka
dibuatkan beberapa akta, antara lain ;
Akta perjanjian penyelesaian hutang No. 15 tertanggal 19 Oktober 2016
dibuat dihadapan Notaris Tri Resmiati. SH. Akta Pengakuan Hutang dengan jaminan
No. 126. Tertanggal 31 Oktober 2016 yang dibuat dihadapan Notaris Maria Mochtar
Daud. SH MH dan Akta Pengikatan Jual beli No.....? ( Belum terisi- red ) yang
telah ditanda tangani oleh Vera Susanti dan Mohammad Faesal. Bahwa tengat waktu
yang diberikan kepada Vera Susanti Sampai dengan tanggal 20 April 2017, untuk
opsi membeli rumah yang dijaminkan di Bank.
Setelah Tanggal 21
April 2017, kami atasnama DSAG LAW FIRM yang mewakili pemberi kuasa (Christian
- red) menyampaikan, agar Vera segera mengosongkan rumah secara sukarela,
sesuai dengan perjanjian yang telah ditandatangani bersama dan dikarenakan waktu
untuk menebus telah berakhir, selanjutnya Vera bukannya mematuhi perjanjian
yang telah disepakati, malahan berbalik arah dengan menunjuk pengacara Jasinta
yang diduga untuk menggagalkan pengosongan, dan Vera secara pribadi mengirim
email, yang berisi minta waktu perpanjangan, namun ini diduga merupakan trik
Vera untuk mengulur-ulur waktu saja.
Pada tanggal 02 Agustus
2017 kami ( Advokat/ pengacara -red ) telah mengirim surat kepada penyidik
Polda agar kasus dimaksud dilanjutkan,
pada waktu itu pejabat penyidik adalah Bripka Sutikno, dengan melalui
penyidik dengan Pejabat Kanit Unit III. Santice. Terlapor ( Vera - red ) juga
telah dipanggil dan diberikan kesempatan untuk menyelesaikan persoalan ini,
diantaranya mempersilahkan ganti Notaris di Wilayah Cikarang Baru- Jababeka dan
tanggal 28 November 2017 diduga Terlapor
( Vera - red ) menyampaikan ke penyidik, dia ( Vera- red ) bersedia datang ke
kantor Notaris Achmad Muharam. SH di wilayah Cikarang. Namun sejak pagi
ditunggu - tunggu sampai waktu kantor Notaris tutup ( pukul 17.00 Wib - red ) tidak
datang. Namun kembali bermanuver dengan
menginfokan kepada penyidik sekitar
pukul 19.00 Wib) diduga mengelabui penyidik, bahwa dia (terlapor - red ) sudah
SMS ke kuasa hukum Pelapor, yang seolah-olah sudah kesepakatan lain.
Pada tanggal 6 Desember
2017 kami (kuasa hukum Pelopor - red ) meminta info SP2HP kembali kepada penyidik Polda dan mohon agar
dilakukan gelar Perkara atas laporan polisi ini. Selanjutnya pada tanggal 18
Desember 2017 surat kami ( kuasa hukum pelopor ) dijawab oleh penyidik yang
intinya Penyidik akan memanggil pihak oknum Sekretariat Daerah dan oknum pihak
Dinas Pendidikan Pemkot Bekasi.
Beberapa para awak
media coba ingin mengkonfirmasikan masalah adanya dugaan tindak pidana yang
membawa nama Lembaga Pemerintah Kota Bekasi. Saat para awak
media datang ke kantor Sekretariat Daerah, dan ditemui ajudan Sekda.
“ Harus ke Humas Pemkot
Bekasi terlebih dahulu," kata ajudan.
Beberapa wartawan
mendatangi kantor Humas Pemkot Bekasi.
dan diterima oleh Kabag Humas untuk mendapatkan informasi yang konkrit dari
Narasumber yang dimaksud dalam kasus perkara pidana yang dilaporkan di Polda
Metro Jaya diduga menyeret nama baik Lembaga Pemerintah Daerah tersebut,
Kabag Humas, Sajekti Rubiah
dengan suara lantang di depan para awak media, “Karena itu sudah menjadi urusan
Polda, jadi bukan kesini.”
“ Nama yang tertera
dalam SPK tersebut, yang namanya Drs.
NK. M.Si. tidak ada atau tidak benar itu, dulu ada nama Neli tapi sudah
pensiun, kalau SPK atau kegiatan 2010, sudah kemana tahu, dan yang jelas untuk
mendapatkan informasi, dimohon isi formulir terlebih dahulu, sehingga saya datang
ke SKPD tersebut ada dasarnya, untuk permintaan informasi paling 10 hari sudah
ada jawaban dari yang bersangkutan, isi formulir dulu untuk permintaan
informasi," jelasnya kepada para awak media.
Beberapa media jadi
bingung dan kecewa atas jawaban Kabag Humas tersebut, padahal beda permohonan
informasi publik yang diminta oleh masyarakat dengan informasi yang diminta
para awak media.
Pimred Media LpkTrankonmasi, Sriyanto Ahmad
Terkait adanya
penolakan atas informasi yang dibutuhkan dalam pemberitaan Oknum Direktur PT. Bangun Integritas Nusantara Dilaporkan di Polda Metro Jaya " Dugaan Lakukan Penipuan" Media
LpkTrankonmasi, Sriyanto Ahmad angkat bicara bahwa ada suatu hubungan yang erat antara
Pers dan Keterbukaan informasi Publik yang diatur oleh UU yang berbeda. Satu UU
Pers dan satunya UU Keterbukaan Informasi Publik yang keduanya saling terkait
dan membutuhkan.
“Pers sebagai corong dari
keterbukaan informasi publik, pemberitaan yang diracik oleh wartawan, sangat
berandil bagi pemenuhan informasi publik yang digariskan Pasal 28F UUD 1945
yang jadi landasan pula bagi keterbukaan informasi,” jelas Sri Ahmad panggilan
akrab Sriyanto Ahmad.
“ Beda
permohonan informasi public dengan informasi yang diminta oleh wartawan
adalah waktu. Wartawan dalam menjalankan tugasnya dihukum dengan deadline,
sedangkan permohonan informasi ke badan public ada rentang waktu yang harus
terpenuhi,”lanjutnya.
“Ini pejabat salah
kaprah karena wartawan bekerja berdasarkan UU
No 40 tahun 1999 tentang Pers dan profesi wartawan diakui oleh Negara. Jangan
menghalangi wartawan untuk mendapatkan berita . sebagai pejabat yang baik tentu
harus melayani wartawan dan memberikan keterangan sebatas informasi public lewat
pemberitaan,”tegasnya.
“ siapa pun yang menghalang-halangi tugas wartawan, bisa
dipenjara dua tahun atau denda Rp 500 juta. ”Ketika wartawan sedang mencari
berita, dijamin Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999. Tidak boleh
dihalang-halangi. Ketika dihalanghalangi, ada ancaman pidana,” tandasnya.
Pernyataan
tersebut merujuk pada Pasal 18 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999. Disebutkan,
setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang
berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan mencari, memperoleh, dan
menyebarluaskan gagasan dan informasi, dipidana dengan pidana penjara paling
lama dua tahun atau denda paling banyak Rp 500 juta
Sri Ahmad mengatakan,
kehadiran wartawan di Humas Pemkot Bekasi sangat penting sebagai bentuk kontrol
social.
“Untuk menghormati
profesi wartawan yang selalu di kejar deadline dan pejabat publik harusnya siap
memberikan ruang untuk bertemu Narasumber, sehingga keterangan yang akurat yang
didapat sebagai keseimbangan Berita, dan jangan sampai diduga kesannya tidak
mau memberikan keterangan, yang seakan menghambat agar tidak mendapat
narasumber di badan publik, dan wartawan berkerja berdasarkan Undang-undang
Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers, karena
profesi wartawan diakui oleh Negara sebagai pilar ke 4 (empat ) demokrasi, jadi
siapapun tidak boleh menghambat dan/atau menghalangi-halangi tugas jounalistik,”pungkasnya.
(RhagilASN)