Semarang,Lpk.Trankonmasi.com
Tersangka kasus
pembobolan BNI yang menelan kerugian hingga Rp 1,7 triliun, Maria Pauline
Lumowa, mengaku bukanlah sebagai pelaku utama terkait kasus yang menjeratnya.
Menurut dia, kasus
pembobolan bank pelat merah itu seakan-akan menjadi gelap gulita karena dirinya
dituduh sebagai pelaku utama pembobolan tersebut.
Atas tuduhan itu, Maria
dengan tegas menyangkalnya. Hal tersebut disampaikan oleh Maria Pauline Lumowa
yang terekam dalam sebuah video berdurasi lebih dari semenit yang diunggah di
Youtube oleh akun bernama Eyangsapujagat pada (18/9/2008).
Karena itu, Maria
Pauline Lumowa meminta kepada pihak berwenang termasuk Presiden dan DPR untuk
mengkaji ulang kasus yang menjeratnya itu. Maria juga meminta agar kasus ini
diungkap seluas-luasnya.
“Bahwa saya (dituduh)
pelaku utama, jelas saya sangkal. Saya sudah punya buktinya,” kata Maria dalam
sebuah tayangan di Youtube yang diakses pada Kamis (9/7/2020).
Menurut Maria, bukti
tersebut adalah sebuah perjanjian. Namun tidak dijelaskan lebih lanjut oleh Maria
terkait perjanjian yang dimaksud.
Selain itu, dirinya
selaku pimpinan di sebuah perusahaan bernama Gramarindo Group dengan BNI
memiliki hubungan sebagai personal
guarantee.
“Jadi, kalau dalam
personal guaranted saya pun sudah siap untuk menyiapkan aset mengembalikan
aset. Sampai sejauh mana saya ingin mempunyai satu hubungan baik dengan BNI,”
kata Maria.
Lebih lanjut, Maria
mengaku dirinya merupakan nasabah BNI yang baik. Dia menuturkan, hal itu
terlihat dari upayanya yang berusaha membayar rutin tunggakan yang dipinjamnya
agar tak jatuh tempo.
“Saya tidak pernah
jatuh tempo selama ini. Akan menjadi satu beban yang harus dibayar, yaa harus
kita bayar kembali secara tepat waktu,” ujarnya.
Sebelumnya, pemerintah
Indonesia berhasil mengekstradisi Maria Pauline Lumowa setelah melarikan diri
atau buron selama 17 tahun lamanya.
Maria diketahui
merupakan tersangka pembobolan BNI sebesar Rp 1,7 triliun. Dia ditangkap oleh
NCB Interpol Serbia di Bandara Internasional Nikola Tesla, Beograd, Serbia pada
16 Juli 2019.
Penangkapan terhadap
Maria Pauline Lumowa berdasarkan Red Notice Interpol dengan nomor kontrol
A-1361/12-2003 tanggal 22 Desember 2003.
Setelah itu, Maria
Pauline Lumowa lantas diekstradisi ke Indonesia untuk menjalani proses hukum
yang berlaku.
Yasonna mengungkapkan,
proses ekstradisi terhadap Maria Pauline Lumowa memang memakan waktu cukup
lama.
Awalnya, pemerintah
Indonesia meminta ekstradisi Maria Pauline Lumowa kepada pemerintah Serbia
melalui surat tanggal
31 Juli 2019.
Kemudian disusul dengan
permintaan percepatan proses ekstradisi yang disampaikan melalui surat Nomor
AHU-AH.12.01-22 tanggal 3 September 2019.
Sejak Maria ditangkap,
kata Yasonna, pemerintah Indonesia terus berkomunikasi dengan pemerintah Serbia
untuk segera mempercepat proses ekstradisi. Puncaknya, pada 8 Juli 2020 Maria
Pauline Lumowa diserahkan ke pemerintah Indonesia.
“Proses ekstradisi ini pun
melibatkan sejumlah pihak seperti Kepolisian, Kejaksaan Agung, Badan Intelijen
Negara dan Kementerian Luar Negeri,” kata Yasonna di Bandara Soekarno Hatta,
Tangerang, Banten, pada Kamis (9/7/2020).
Sebagaimana diketahui,
Maria Pauliene Lumowa adalah 1 (satu) dari 11 (sebelas) tersangka pembobol Bank
BNI melalui L/C fiktif yang terjadi pada tahun 2003 silam. Akibat aksinya
tersebut, negara dirugikan sebesar Rp 1,7 triliun.
Dari 11 orang tersebut,
hnya Maria Pauline Lumowa yang belum menjalani proses hukum. Sementara
tersangka lain sebanyak 10 orang telah dijatuhi pidana dan saat ini sedang
menjalani hukuman.
Sebelum sampai ke
Serbia dan akhirnya ditangkap, Maria sempat melarikan diri ke Singapura pada
September 2003. Kemudian keberadaannya diketahui di Belanda pada 2009.
Pemerintah sempat
melakukan upaya pengejaran tanpa henti sejak Maria melarikan diri, termasuk
menyampaikan permintaan ekstradisi kepada Pemerintah Kerajaan Belanda.
Pada saat itu, Maria
yang merupakan warga negara Belanda tidak berhasil d
[21:40, 7/14/2020]
Taufik Smg: iekstradisi ke Indonesia. Upaya tanpa kenal lelah dari Pemerintah
akhirnya membuahkan hasil.
Setelah mengirimkan
surat permintaan ekstradisi yang disusul dengan surat permintaan percepatan
proses ekstradisi ditambah pendekatan “high level”, Pemerintah Republik Serbia
mengabulkan permintaan Indonesia melalui Keputusan Menteri Kehakiman Serbia
Nomor 713- 01-02436/ 2019-08 tertanggal 6 April 2020.
# Taufiq W