Oleh : Pudjo Rahayu
Risan
Terlepas dari benar
atau tidak karena efek Presiden Joko Widodo (Jokowi) “marah”, ada hikmah
sehingga sangat terasa muncul atmosfer gerak cepat menindaklanjuti keinginan
Kepala Negara pada saat resmi membuka Kawasan Industri Terpadu Batang, Jawa
Tengah pada Selasa (30/6). Dibukanya
kawasan industri terpadu tersebut diharapkan dapat menarik investasi dari 119
perusahaan yang berencana merelokasi pabrik dari China.
“Kenapa kita buka
kawasan industri di Batang ini? Satu aja jawabannya, kita ingin membuka lapangan
kerja yang sebanyak-banyaknya, cipta lapangan kerja, itu yang akan kita tuju ke
situ. Oleh sebab itu, tadi sudah saya perintahkan kepada Menteri, kepada Kepala
BKPM untuk industri-industri yang akan relokasi dari Tiongkok (China) ke
Indonesia, baik itu dari Jepang, dari Korea, dari Taiwan, dari Amerika, atau
dari negara manapun berikan pelayanan yang sebaik-baiknya. Kalau ngurus izinnya
sulit, saya tadi saya perintahkan langsung kepada Kepala BKPM urus dari A
sampai Z selesaikan sehingga investor merasa dilayani. Ini penting sekali
dilakukan” ujar Jokowi.
Presiden Jokowi
menambahkan “Saya tidak mau lagi tadi ada potensi 119 perusahaan yang akan
relokasi dari Tiongkok ke luar, jangan sampai kita tidak mendapatkan
perusahaan-perusahaan itu untuk mau masuk ke Indonesia. Jangan kalah dengan
negara-negara lain. Kalau mereka memberikan harga tanah misalnya Rp500 ribu, ya
kita harus bisa di bawahnya itu, Rp300 ribu misalnya. Kalau mereka memberi
harga tanah Rp1 juta ya kita harus bisa memberikan harga Rp500 ribu. Kalau
mereka ngurus izin di sana 1 bulan, ya kita bisa seminggu. Kalau mereka ngurus
di tempat lain seminggu, ya kita harus bisa sehari-dua hari. Harus memiliki
sebuah competitiveness yang baik. Kalau tidak, jangan sampai peristiwa tahun
lalu terjadi lagi, ada relokasi dari Tiongkok 33 perusahaan kita satu pun
enggak dapat”.
Gerak
cepat.
Tidak butuh lama, 1
Juli 2020 Gubernur Jawa Tengah bersurat ke Menteri Koordinator Perekonomian
perihal permohonan penetapan Kawasan Industri Terpadu Batang menjadi Proyek Strageis Nasional
(PSN). Kenapa harus PSN ? PSN adalah
proyek yang dilaksanakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau badan
usaha yang memiliki sifat strategis untuk peningkatan pertumbuhan dan pemerataan
pembangunan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pembangunan
daerah. Sehari kemudian, 2 Juli 2020, PT Pembangunan Perumahan (PP) bersurat ke
Menteri Perindustrian perihal permohonan dukungan Kawasan Industri Batang sebagai PSN.
Perintah lisan Jokowi
dilapangan, disambut gerak cepat oleh Kementrian BUMN dengan melihat kondisi
obyektif, maka tiga perusahaan milik BUMN segera membentuk konsorsium untuk
menangani Kawasan Industri Terpadu di Batang. PT Pembangunan Perumahan (PP), PT
Perkebunan Negara (PTPN) IX dan PT Kawasan Industri Wijayakusuma (KIW). Tiga perusahaan milik pemerintah ini
secara obyektif mempunyai potensi dibidang masing-masing. PTPN IX menguasai
lahan seluas sekurang-kurang 4.000 Ha di Kabupaten Batang siap dijadikan
kawasan industri terpadu. Tahap awal yang sudah sesuai dengan RTRW Kabupaten
Batang 450 Ha. PT PP sesuai potensinya menangani pembangunan infrastruktur dan
PT KIW berpengalaman membangun dan mengelola kawasan industri sangat tepat
sebagai operator.
Secara marathon rapat
koordinasi dilakukan baik tiga pilar utama, PTPN IX, PT PP dan PT KIW, ditambah
stakeholder yang lain sebagai supporting seperti jajaran Kemenko Maritim dan
Investasi, Kemenko Perekonomian, Kementrian BUMN, PUPR, Perindustrian,
Perhubungan, Agraria dan Tata Ruang, Lingkungan Hidup dan Kehutanan, BKPM, Bina
Marga, Pelindo, PLN, Pertamina, KAI, Pemprov Jateng dan Pemkab Batang.
Bagi-bagi tugas, Kemen
PUPR dan Bina Marga berencana membuka exit tol dengan harapan bisa langsung
akses ke kawasan industri. Exit tol yang ada tersedia berjarak 16 Km menuju
kawasan industri. Untuk urusan listrik menjadi tanggung jawab PLN. Harus
dijamin harga daya listrik di dalam kawasan tidak lebih mahal dibanding dengan
harga daya diluar kawasan. Pasokan gas menjadi tanggung jawab Pertamina. Air
bersih dan air baku menjadi urusan Direktorat Jendral Sumber Daya Air
Kementrian PUPR.
Gerak cepat juga
dibutuhkan oleh Kementrian Perhubungan sebagai regulator untuk menugaskan PT
KAI sebagai operator merevitalisasi jalur kereta api dengan focus Stasiun
Plabuan adalah stasiun kereta api kelas III/kecil yang terletak di Ketanggan,
Gringsing, Batang. Tidak hanya merevitalisasi Stasiun Plabuan, Kementrian
Perhubungan juga menugaskan Direktorat Jendral Perhubungan Laut dan PT Pelindo
untuk merevitalisasi pelabuhan tua Batang. Ini sejalan dengan gagasan Menteri
Erick Thohir menarik Investasi Jepang
dan AS, bakal sulap pelabuhan peninggalan Belanda terkoneksi dengan Kawasan
Industri Batang.
Adalah Bupati Batang,
Wihaji, yang sudah melakukan pembangunan
Pelabuhan Pengumpan Regional (PPR) Batang menjadi Pelabuhan Pengumpan
(PP) dan rencananya akan rampung pada 2020. Adapun letak pelabuhan tersebut
berada di pesisir utara Kabupaten Batang, tepatnya di Karangasem, Kecamatan
Batang. Hingga kini pelabuhan masih digunakan untuk bongkar muat matrial
pembangunan mega proyek PLTU dan bongkar muat ikan.
Sedangkan untuk
perijinan diserahkan ke BKPM yang dibantu proses awal oleh Pemkab Batang dan
Pemprov Jateng. Untuk urusan hak dan status tanah ditangani oleh Kementrian
ART/BPPN. Termasuk menyelesaikan hamparan lahan yang dipersiapkan lebih dari
4.000 Ha namun belum semuanya masuk pada perencanaan RTRW Kabupaten Batang.
Baru pada tahal awal yang sudah masuk ke RTRW seluas 450 Ha.
Kebijakan dan langkah
yang diambil dengan progres yang positif, sesuai dengan keinginan Presiden.
Memang langkah yang diambil tidak lagi biasa-biasa saja tetapi harus luar
biasa. Ini untuk menjawab tantangan selama ini dimana urusan pembebasan tanah
selalu menjadi masalah ketika bicara investasi membutuhkan lahan.
Presiden menegaskan
“Tadi saya bertanya kepada beberapa investor, sudah ada tanah misalnya di
Serang, di Bekasi, enggak ada masalah? Enggak ada masalah? Oke, silakan
dilanjutkan. Tapi yang ada masalah kita akan back up, bantu agar masalah itu
bisa diselesaikan. Tetapi kalau yang belum memiliki lahan tanah, silakan nanti
gunakan yang namanya kawasan industri di Batang. Kita akan siapkan kurang lebih
4.000, 4.000 hektare, 4.000 hektare di sini dan untuk tanaman pertama akan
disiapkan kurang lebih 450 hektare terlebih dahulu. Langsung, misalnya ada yang
mau pindah tadi, LG (pabrik electronic) mau pindah besok, sudah silakan
langsung masuk. Sudah, enggak usah ngurus apa-apa, nanti yang ngurus semuanya
dari Kepala BKPM, tentu saja dibantu nanti oleh Gubernur, oleh Bupati yang ada
di sini”.
Masterplan,
Feasibility Study dan Amdal.
Langkah selanjutnya
menyiapkan Masterplan, Feasibility Study dan Amdal. Sebuah masterplan di
Kawasan Industri Terpadu Batang, adalah peta perjalanan menuju masa depan.
Masterplan merupakan dokumen panjang dan komprehensif yang menjadi panduan
pengembangan dan pembangunan yang berdampak pada fasilitas publik di rentang
lebih dari 10 hingga 20 tahun bahkan lebih untuk kedepan.
Perencanaan jangka
panjang ini mempermudah pembuat kebijakan untuk menjaga keseimbangan antara
perlindungan dan konservasi serta pertumbuhan dan pengembangan lingkungan.
Informasi yang termaktub di dalam masterplan tersebut ditujukan sebagai
penunjuk keputusan yang jangkauannya bersifat publik sekaligus privat.
Jangkauan itu akan berperan dalam hal pemanfaatan bentang alam (tanah, air,
udara) serta penyediaan infrastruktur publik. Di situ pun ada bagian
penyesuaian masterplan dengan karakter lokasi dan sifat adaptifnya serta
penggunaan sumber dayanya yang bertanggung jawab.
Feasibility
Study, gunanya untuk menganalisa kelayakan usaha adalah
kegiatan untuk menilai sejauh mana manfaat yang dapat diperoleh dalam
melaksanakan suatu kegiatan usaha. Hasil analisis ini digunakan sebagai bahan
pertimbangan dalam mengambil keputusan, apakah menerima atau menolak dari suatu
gagasan usaha.
Amdal (Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan) sangat bermanfaat mencegah dari pencemaran dan
kerusakan lingkungan. Menghindarkan konflik dengan masyarakat. Menjaga agar
pembangunan sesuai terhadap prinsip pembangunan berkelanjutan. Perwujudan
tanggung jawab pemerintah dalam pengelolaan lingkungan hidup.
(Drs. Pudjo Rahayu
Risan, M.Si, Pengamat Kebijakan Publik, Pengajar tidak tetap STIE Semarang dan
STIE BPD Jateng)