Oleh
: Pudjo Rahayu Risan
Ada dua makna substansi
pernyataan dan pesan Presiden Joko Widodo untuk lembaga pemerintah dan aparat
penegak hukum, ketika membuka Rakornas Pengawasan Intern Pemerintah pada, Senin
15 Juni 2020. Makna pertama, kepada aparatur Negara yang mengelola anggaran dan
makna kedua kepada aparat penegak hukum. Hal ini terkait pengelolaan dana
percepatan penanganan Covid-19 yang mencapai Rp 677,2 triliun.
Pernyataan dan pesan
Presiden Jokowi yang bersahaja dan sederhana tetapi tegas dan lugas, pesan itu
berisi penekanan tindakan pencegahan tindak pidana korupsi dan tata kelola dana
yang baik. Sekaligus aparat pemerintah bertugas dengan tenang dan penegak hukum
akan bertindak secara professional, menegakkan hukum bagi yang melanggar hukum.
Makna pertama, kepada
lembaga dan aparatur pemerintah yang mengelola anggaran Presiden Jokowi
menegaskan, bahwa pemerintah tidak main-main dalam hal akuntabilitas.
Pencegahan harus diutamakan. Tata kelola yang baik harus didahulukan. Tapi
kalau ada yang masih bandel, kalau ada niat untuk korupsi, ada mens rea, maka silakan bapak ibu, “digigit” dengan keras. Uang
negara harus diselamatkan kepercayaan rakyat harus kita jaga.
Makna kedua, dalam pertemuan yang sama, Presiden
Jokowi juga meninta agar lembaga hukum negara, Polri, KPK, Kejaksaan tidak
menangkap dan menghukum orang yang tak bersalah. "Tugas para penegak
hukum, kepolisian, kejaksaan, KPK, penyidik pegawai negeri sipil, adalah
menegakkan hukum. Tapi saya ingatkan, jangan “menggigit” orang yang tidak
salah. Jangan “menggigit” yang tidak ada mens rea, dan jangan tebarkan
ketakutan pada pelaksana dalam melaksanakan tugasnya," tegas Jokowi.
Selain itu, kelugasan
dan ketegasan Jokowi juga tampak ketika mengingatkan agar Badan Pengawasan
Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah (LKPP), dan inspektorat, untuk menjaga sinergitas dengan penegak
hukum lain, sekaligus fokus dalam upaya pencegahan dan tata kelola keuangan.
"Sinergi aparat
penegak hukum harus dilanjutkan. Dengan sinergi, sekaligus check and balances,
lembaga dan dukungan masyarakat Indonesia, kita yakin bisa kerja lebih baik
tangani masalah," tegas Kepala Negara.
Iktikad
baik gunakan anggaran
Penegasan Presiden
tersebut menjadi menarik. Mengapa menarik ? Menarik karena erat hubungannya
dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No 1 Tahun 2020
Tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk
Penanganan Pandemi Covid-19 sekaligus dalam rangka menghadapi ancaman yang
membahayakan Perekonomian Nasional dan Stabilitas Sistem Keuangan. Perppu
1/2020 ini sempat menimbulkan polemik, terutama Pasal 27 ayat (1, 2 dan 3).
Penegasan Presiden
sekaligus bisa untuk menggambarkan dan membuktikan bahwa pengelolaan anggaran
yang bergitu besar, mencapai Rp 677,2 triliun, dalam keadaan darurat Covid-19
benar-benar digunakan dan dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk kepentingan,
kesejahteraan dan keselamatan rakyat
Indonesia menghadapi pandemi Corona.
Harapan kita semua
pengelola dan pengguna anggaran mencapai Rp 677,2 triliun, tanpa ragu-ragu,
gamam dan mantap tidak ketakutan tetapi mereka memiliki iktikad baik untuk
tidak menyalahgunakan wewenang dan penyelewengan uang Negara. Sasaran harus
tepat, prosedur harus sederhana dan tidak berbelit-beli, output dan outcamenya
harus maksimal bagi kehidupan seluruh rakyat Indonesia.
Kalau tidak memiliki
iktikad dan niat baik, masih ada yang bandel untuk korupsi, ada mens rea, maka
aparat penegak hukum dipersilakan “digigit” dengan keras. Uang negara harus
diselamatkan. Iktikad baik dan niat baik barus betul-betul menjadi rujukan dan
dasar filosofi menggelola dan menggunakan uang Negara. Tapi jangan “menggigit”
orang yang tidak salah. Jangan “menggigit” yang tidak ada mens rea, dan jangan tebarkan ketakutan pada pelaksana dalam
melaksanakan tugasnya," Mengapa ?
Kita lihat bunyi Perppu
1/2020 Pasal 27 ayat (1) Biaya yang telah dikeluarkan Pemerintah dan/atau
lembaga anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dalam rangka
pelaksanaan kebijakan pendapatan negara termasuk kebijakan di bidang
perpajakan, kebijakan belanja negara termasuk kebijakan di bidang keuangan
daerah, kebijakan pembiayaan, kebijakan stabilitas sistem keuangan, dan program
pemulihan ekonomi nasional, merupakan bagian dari biaya ekonomi untuk
penyelamatan perekonomian dari krisis dan bukan merupakan kerugian negara.
Pada ayat (2), Anggota
KSSK, Sekretaris KSSK, anggota sekretariat KSSK, dan pejabat atau pegawai
Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, serta Lembaga
Penjamin Simpanan, dan pejabat lainnya, yang berkaitan dengan pelaksanaan
Perppu ini, tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana jika dalam
melaksanakan tugas didasarkan pada iktikad baik dan sesuai dengan ketentuan
peraturan peraturan perundang-undangan.
Ayat (3) Segala
tindakan termasuk keputusan yang diambil berdasarkan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang ini bukan merupakan objek gugatan yang dapat diajukan
kepada peradilan tata usaha negara (PTUN).
Kata-kata bukan
merupakan kerugian negara ayat (1), tidak dapat dituntut baik secara perdata
maupun pidana jika dalam melaksanakan tugas didasarkan pada iktikad baik dan
sesuai dengan ketentuan peraturan peraturan perundang-undangan ayat (2)
dan tidak dapat dituntut baik secara
perdata maupun pidana jika dalam melaksanakan tugas bukan merupakan objek
gugatan yang dapat diajukan kepada peradilan tata usaha negara (PTUN) ayat (3),
tidak menjamin bahwa mereka kebal hukum.
Tidak
ada yang kebal hukum
Menteri Hukum dan HAM,
Yasonna Laoly, mengatakan tidak ada istilah kebal hukum dalam pelaksanaan
Perppu 1/2020, pelaku korupsi tetap akan
ditindak sesuai aturan hukum berlaku. Pasal 27 pada Perppu tersebut tidak
berarti menghapus delik korupsi. Pasal 27 hanya memberi jaminan agar pelaksana
Perppu No 1/2020 tidak khawatir dalam mengambil keputusan karena kondisi saat
ini memerlukan keputusan yang cepat.
Perppu 1/2020 tidak
membuat Penyelenggara Negara kebal
hukum. Perlindungan hukum yang diberikan kepada pejabat pelaksana Perppu 1/2020
harus dipahami sebagai koridor dan batasan agar tidak terjadi penyalahgunaan
wewenang. Pemerintah tidak melindungi mereka yang melaksanakan tugas dengan
itikad tidak baik dan tidak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam menjalankan
tugasnya tentu saja setiap pejabat menjalankan dengan itikad baik dan sesuai
dengan peraturan perundangan. Dalam Pasal 50 KUHP disebutkan bahwa "Barang
siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undang-undang, tidak
dipidana", sementara dalam pasal 51 ayat 1 KUHP disebutkan bahwa barang
siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang diberikan
oleh penguasa yang berwenang, tidak dipidana. Dengan demikian koridor dalam
pelaksanaan Perppu ini jelas bahwa tidak boleh melanggar ketentuan perundangan.
(Drs. Pudjo Rahayu
Risan, M.Si, Pengamat Kebijakan Publik, pengajar tidak tetap STIE Semarang dan
STIE BPD Jateng)