LIMBAH TAMBAK UDANG BERBAHAYA, DPRD
BERHARAP PEMKAB SAMPANG LAKUKAN PENGAWASAN
Sampang - Usaha budi daya udang kian diminati oleh masyarakat
terutama kaum milenial di Kabupaten Sampang. Banyak warga yang menjalankan
usaha tersebut karena tergiur dengan keuntungan hingga ratusan juta
rupiah.Memang bisnis yang terkesan menggiurkan.
Meskipun demikian kegiatan budidaya tambak udang ini terkesan
mengesampingkan permasalahan sosial yang dirasakan oleh masyarakat sekitar,
yakni pencemaran lingkungan. Dengan dibuangnya buangnya limbah tambak udang
dengan cara sembarangan hingga mengakibatkan pencemaran lingkungan seperti air
sungai sudah mulai memudar bahkan berwarna hitam pekat dan juga mencemari air
laut otomatis merusak biota laut serta yang sangat disayangkan kebanyakan usaha
budi daya udang diduga tidak dilengkapi dengan izin (ilegal).
Kamis (28/05/2020)
Mengutip pernyataan Anggota Komisi IV DPRD Sampang Mohammad
Iqbal Fatoni dari Media Online Peta Jatim.com ," menjamurnya usaha budi
daya udang, persoalan yang muncul adalah akumulasi limbah yang dapat
mengakibatkan pencemaran lingkungan.
“Tambak udang yang berlokasi di pinggir sungai dan pesisir
pantai berpotensi mencemari lingkungan apabila pengolahan limbahnya tidak
berjalan dengan baik,” katanya.
Ia mengaku banyak menerima laporan dari warga terkait masalah
pemilik tambak udang yang tidak melakukan pengolahan limbah. Akibatnya
lingkungan menjadi tercemar dan warga merasa terganggu dengan bau menyengat
yang ditimbulkan oleh limbah tambak tersebut. Seperti yang terjadi di Kecamatan
Banyuates dan Ketapang.
“Permasalahannya adalah pengolahan limbah itu hanya untuk
wilayah tambak yang luasnya di atas 5 hektare. Masalah yang lain karena kadang
wilayah yang dicantumkan pemiliknya berbeda agar tidak wajib mengelola limbah,”
terangnya.
Menurut Fafan, limbah udang berupa unsur organik, biasanya
sisa pakan, dapat menganggu keseimbangan ekosistem sungai dan pantai. Akumulasi
unsur organik bisa meningkatkan populasi alga yang menggangu komunitas ikan.
Limbah udang juga dapat menggangu budidaya lain yang ada di pantai, misalnya
rumput laut.
“Kalau di tepi pantai sudah tercemar limbah. Otomatis
ikan-ikan akan pergi ke tengah. Akibatnya pendapatan nelayan akan menurun,”
kata Fafan.
Karenanya, Politikus PPP itu meminta agar Dinas Perikanan dan
Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Sampang melakukan pengawasan terhadap sistem
pengolahan limbah di lokasi tambak udang.
Pengawasan pengolahan limbah di lokasi tambak udang sebagai
langkah untuk mengantisipasi permasalahan yang ditimbulkan dari usaha tersebut.
Dengan memikirkan akbat yang ditimbulkan yakni pencemaran lingkungan.yakni pencemaran
tanah terhadap lahan pertanian yang produktif menjadi tidak produktif,
pencemaran air yaitu terhadap laut menjadi gatal dan bau serta pencemaran udara
disekitar tambak udang yang menimbulkan bau yang tidak sedap
Selain itu perlu diperhitungkan juga dampak akumulatif dari
limbah yang terjadi akibat banyaknya tambak di suatu wilayah, walaupun pemilik
tambak mungkin masih mengelola dalam skala kecil atau tradisional.
“Pengolahan limbah yang baik adalah salah satu bentuk
budidaya yang bertanggung jawab,” katanya.
Sementara itu, Kabid Perikanan Budidaya Dinas Perikanan
Kabupaten Sampang Moh. Machfud dikutip dari Media Peta Jatim.com
mengatakan," selama ini lembaganya menjalankan program pembinaan kepada
para pembudidaya ikan atau udang terkait dengan tatacara budidaya yang baik dan
benar. Termasuk teknis dab sistem pengolahan limbah.
“Memang tidak semua pembudidaya di Kota Bahari sudah
tersentuh program pembinaan. Mengingat masih banyak yang belum mengantongi izin
usaha,” ujarnya.
Meski demikian, kata Mahfud, pihaknya berharap kepada semua
pemilik tambak agar bisa mengolah limbahya dengan baik sehingga tidak
menimbulkan persoalan baik terhadap lingkungan maupun sosial.
Mahfud mengatakan, pengelohan limbah tambak yang ideal yakni
pembudidaya harus memiliki lokasi pembuangan yang jaraknya jauh dari kolam dan
sumber air. “Hasil limbah tambak udang tidak boleh dibuang di parit, sungai dan
sekitar kolam. Karena itu bisa menimbulkan penyakit,” terangnya.
Untuk mengurangi dampak limbah tambak, saat ini telah
dikembangkan penerapan teknologi super intensif IPAL (Instalasi Pengelolaan Air
Limbah). Upaya yang dilakukan dalam penerapan IPAL dengan melakukan pembangunan
tandon air limbah yang terdiri dari kolam pengendapan, oksigenasi, biokonversi
dan penampungan.
Pengelolaan limbah tambak udang superintensif terdiri dari
empat bagian. Membuat kolam pengendapan tempat membuang air limbah pertama kali
agar kadar TSS (total suspended solid) yang sangat tinggi dan bau busuk dari
H2S turun dan sisa endapan dapat dibuat pupuk.
Dari kolam pengendapan, kemudian sisa air limbah dimasukkan
ke kolam oksigenasi untuk menaikkan oksigen dan menurunkan kebutuhan oksigen
biologis (BOD). Selanjutnya limbah masuk ke kolam biokonversi untuk mengubah
nutrien yang dapat sebabkan eutrofikasi jadi bermanfaat buat organisma lain.
Sisa terakhir limbah masuk ke kolam penampungan untuk selanjutnya dibuang ke
laut.
“Pengolahan limbah tambak hal yang patut diperhatikan, karena
ini menjadi standar keberhasilan produksi dan juga salah satu bentuk budidaya
yang bertanggung jawab terhadap kelestarian lingkungan,” pungkasnya.
(Lex/Naf/Ries)