Oleh : Pudjo Rahayu Risan
Mari kita lihat bunyi Pasal 27 Perppu 1/2020. Seberapa besar
pasal tersebut terbuka
kemungkinan penyelewengan atau penyalahgunaan wewenang dengan
unsur melawan
hukum. Seberapa besar relevansinya lembaga swadaya masyarakat
yang dimotori oleh Maki
mengajukan tuntutan agar MK menyatakan Pasal 27 Perppu 1/2020
bertentangan dengan
UUD 1945. Pasal 27 ayat (1) Biaya yang telah dikeluarkan
Pemerintah dan/atau lembaga
anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dalam rangka
pelaksanaan kebijakan
pendapatan negara termasuk kebijakan di bidang perpajakan,
kebijakan belanja Negara termasuk kebijakan di bidang keuangan daerah,
kebijakan pembiayaan, kebijakan stabilitas sistem keuangan, dan program pemulihan ekonomi
nasional, merupakan bagian dari biaya ekonomi untuk penyelamatan perekonomian
dari krisis dan bukan merupakan kerugian negara.
Kalimat krusial.
Kalimat yang menjadi krusial,“…..merupakan bagian dari biaya
ekonomi untuk penyelamatan perekonomian dari krisis dan bukan merupakan
kerugian negara”.
Pengertian kerugian Negara menurut Pasal 1 ayat 22 UU 1/2004
tentang Perbendaharaan Negara
yang dimaksud dengan kerugian negara atau daerah
adalah kekurangan uang, surat berharga dan barang yang nyata dan pasti
jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai.
Menurut Tuanakotta (2009), menghitung Kerugian Keuangan
Negara dalam Tindak Pidana Korupsi, ada empat akun besar yang bisa menjadi
sumber dari kerugian negara. Digambarkan dalam pohon kerugian keuangan negara
mempunyai empat cabang akun. Masing-masing akun mempunyai cabang yang
menunjukkan kaitan antara perbuatan melawan hukum dengan akun-akun tersebut. Keempat
akun masing-masing, Aset, Kewajiban, Penerimaan dan Pengeluaran.
Metode Penghitungan Kerugian Negara menjadi enam konsep atau
metode, yaitu (1) Kerugian Total, metode ini menghitung kerugian keuangan
negara dengan cara seluruh jumlah yang dibayarkan dinyatakan sebagai kerugian
keuangan Negara; ( 2) Kerugian Total dengan Penyesuaian, metode kerugian total
dengan penyesuaian seperti dalam metode Kerugian Total, hanya saja dengan
penyesuaian ke atas; ( 3). Kerugian Bersih, dalam metode kerugian bersih,
metodenya sama dengan metode kerugian total. Hanya saja denganpenyesuaian ke
bawah; (4). Harga wajar, pada metode
penghitungan kerugian keuangan negara ini, harga wajar menjadi pembanding untuk
harga realisasi.; (5) Biaya Kesempatan, dalam metode biaya kesempatan, apabila
ada kesempatan atau peluang untuk memperoleh yang terbaik, akan tetapi justru
peluang ini yang dikorbankan, maka pengorbanan ini merupakan kerugian, dalam
arti opportunity cost; (6) Bunga, merupakan unsur kerugian negara
yang penting, terutama pada transaksi-transaksi
keuangan yang seperti dalam penempatan aset. Para pelaku
transaksi ini umumnya paham
dengan konsep nilai waktu dari uang. Bunga perlu dimasukkan
dalam penghitungan kerugian keuangan negara. Dalam sengketa perdata, kerugian
bunga dihitung berdasarkan jangka waktu (periode) dan tingkat bunga yang
berlaku.
Pada ayat (2), Anggota KSSK, Sekretaris KSSK, anggota
sekretariat KSSK, dan pejabat atau pegawai Kementerian Keuangan, Bank
Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, serta Lembaga Penjamin Simpanan, dan pejabat
lainnya, yang berkaitan dengan pelaksanaan Perppu ini, tidak dapat dituntut
baik secara perdata maupun pidana jika dalam melaksanakan tugas didasarkan pada
iktikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan peraturan
perundang-undangan.
Kalimat yang menjadi krusial, “tidak dapat dituntut baik
secara perdata maupun pidana jika dalam melaksanakan tugas didasarkan pada
iktikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan peraturan
perundang-undangan”. Boyamin, koordinator Maki menyatakan, pasal tersebut menjadi
pasal yang superbody dan memberikan imunitas kepada aparat
pemerintahan untuk tidak bisa dituntut atau dikoreksi melalui lembaga pengadilan.
Ini tidak sesuai dengan UUD 1945 yang menyatakan Indonesia adalah Negara hukum.
Mestinya semua penyelenggaraan pemerintahan dapat diuji atau dikontrol oleh hukum
baik secara pidana, perdata dan PTUN.
Ayat (3) Segala tindakan termasuk keputusan yang diambil
berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini bukan merupakan
objek gugatan yang dapat diajukan kepada peradilan tata usaha negara (PTUN).
Kalimat yang krusial, “bukan merupakan objek gugatan yang dapat diajukan kepada
peradilan tata usaha Negara (PTUN)”. Maki berpegang pada dalil itikad baik,
tidak bisa dituntut hukum dan bukan merugikan keuangan negara tidak boleh
berdasar penilaian subyektif penyelenggara pemerintahan. Dalil tersebut
seharusnya diuji melalui proses hukum yang adil dan terbuka.
Itikad baik
Mengingat wabah Covid-19 merupakan bencana non-alam sebagai
bencana nasional, kita sepakat Itikad baik menjadi ruh dalam memahami,
melahirkan dan melaksanakan Perppu 1/2020. Terbit karena kondisi luar biasa,
meliputi dua isu besar antara lain keuangan negara dan sektor keuangan. Perppu
menjadi landasan hukum bagi penyesuaian dalam kondisi luar biasa saat ini.
Seluruh tekanan multidimensional akan berdampak pada keuangan negara. Perppu
juga memungkinkan desain program pemulihan ekonomi dalam situasi menghadapi
Covid-19 dan pascaCovid-19.
Konsekuensi dari Perppu tersebut Pemerintah mealokasikan dan
menyediakan anggaran sebesar Rp405,1 triliun. Begitu besar anggaran tersebut,
pantaslah kalau banyak pihak menyoroti pada tahap membelanjakan dana sebesar
Rp405,1 triliun. Ditambah lagi dengan klausal bukan merupakan kerugian negara,
tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana jika dalam melaksanakan
tugas didasarkan pada iktikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan serta bukan merupakan objek gugatan yang dapat diajukan
kepada PTUN.
Tentang itikad baik Idealnya perlu ada kepastian hukum.
Itikad baik dalam peraturan
perundang-undangan di Indonesia merupakan Das Sollen yang harus direfleksikan
dalam
hukum positif. Dengan menerapkan iktikad baik dalam
melaksanakan suatu pekerjaan, akan
lebih memberikan nuansa kenyamanan. Itikad baik akan memberi
kenyamanan dalam mengelola, membelanjakan dan mempertanggungjawabkan uang
Negara karena para pihak akan lebih cermat dan berhati-hati dalam menjalankan
tugas pokok dan fungsi.
Untuk itu, kerugian negara baru bisa dianggap tidak ada
kesesuaian kebijakan dengan ketentuan, dan tidak adanya benturan kepentingan
terpenuhi. Kalau tidak memenuhi parameter dan kemudian ditambah tidak sesuai
itikad baik, kewenangan dan benturan kepentingan maka logikanya tetap tidak
kebal atau imun pejabat yang bersangkutan. Memang ada pengecualian seperti
didunia korporasi dengan istilah konsep business judgment rule. Dimana terdapat ketentuan perlindungan
direksi dalam mengambil kebijakan ketika perusahaan berada dalam keadaan
krisis. Namun tidak ada pejabat yang bisa memiliki imunitas absolut atas
kebijakan yang diambil. Harus dipahami sebagai koridor dan batasan agar tidak
terjadi penyalahgunaan wewenang.
Itikad baik adalah suatu pengertian yang abstrak dan sulit
untuk dirumuskan, sehingga orang lebih banyak merumuskannya melalui
peristiwa-peristiwa dipengadilan. Itikad baik dalam pelaksanaan perjanjian
berkaitan dengan masalah kepatutan dan kepantasan. Kesulitan dalam perumusan
mengenai definisi itikad baik tersebut tidak menjadikan itikad baik sebagi
suatu istilah yang asing, melainkan hanya terlihat pada perbedaan definisi yang
diberikan oleh beberapa ahli, termasuk dalam Black's Law Dictionary.
Itikad baik menurut M.L Wry adalah: “Perbuatan tanpa tipu
daya, tanpa tipu muslihat, tanpa cilat-cilat, akal-akal, tanpa mengganggu pihak
lain, tidak dengan melihat kepentingan sendiri saja, tetapi juga dengan melihat
kepentingan orang lain”.
Asas itikad baik dapat dibedakan atas itikad baik subyektif
dan itikad baik obyektif. Itikad baik dalam pengertian subyektif dapat
diartikan sebagai kejujuran seseorang atas dalam melakukan suatu perbuatan
hukum, yaitu apa yang terletak pada sikap batin seseorang pada saat diadakan
suatu perbuatan hukum. Sedang itikad baik dalam pengertian obyektif dimaksudkan
adalah pelaksanaan suatu pekerjaan yang harus didasarkan pada norma kepatutan
atau apa yang dirasakan patut dalam suatu masyarakat.
Itikad baik secara subyektif menunjuk pada sikap batin atau
unsur ada dalam diri pembuat, sedangkan itikad baik dalam arti obyektif lebih
pada hal-hal diluar diri pelaku.
Mengenai pengertian itikad baik secara subyektif dan
obyektif, lebih jelasnya bahwa Itikad
baik subyektif, yaitu apakah yang bersangkutan sendiri
menyadari bahwa tindakannya
bertentangan dengan itikad baik, sedangkan itikad baik
obyektif adalah kalau pendapat umum menganggap tindakan yang demikian adalah
bertentangan dengan itikad baik.
Itikad baik bukanlah istilah atau unsur yang dikenal dalam
KUHP. Untuk membandingkan adanya kesengajaan dalam suatu delik, KUHP lebih
sering menggunakanistilah-istilah selain itikad baik, antara lain: “dengan
sengaja”, “mengetahui bahwa”, “tahu tentang”, dan “dengan maksud”. Mestinya
filosofi ini menjadi pegangan semua penyelenggara Negara dikaitkan dengan Perpu
1/2020, tidak bertindak dengan sengaja menyalahgunakan wewenang, memperkaya
diri atau orang lain, mengetahui bahwa itu perbuatan melawan hukum tetapi tetap
dilanggar, tahu tentang tidak sesuai peraturan perundang-undanag tetap
diabaikan dan dengan maksud merugikan tetap dilakukan.
Tidak sepenuhnya kebal
hukum
Perppu 1/2020 tidak membuat Penyelenggara Negara kebal hukum.
Perlindungan hukum yang diberikan kepada pejabat pelaksana Perppu 1/2020 harus
dipahami sebagai koridor dan batasan agar tidak terjadi penyalahgunaan
wewenang. Pemerintah tidak melindungi mereka yang melaksanakan tugas dengan
itikad tidak baik dan tidak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam
menjalankan tugasnya tentu saja setiap pejabat menjalankan dengan itikad
baik dan sesuai dengan peraturan perundangan. Dalam Pasal 50
KUHP disebutkan bahwa
"Barang siapa melakukan perbuatan
untuk melaksanakan ketentuan undang-undang, tidak
dipidana & quot;,
sementara dalam pasal 51 ayat 1 KUHP disebutkan bahwa barang siapa
melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang
diberikan oleh penguasa yang berwenang, tidak dipidana. Dengan demikian koridor
dalam pelaksanaan Perppu ini jelas bahwa tidak boleh melanggar ketentuan
perundangan.
(Drs. Pudjo Rahayu
Risan, M.Si,
pengurus Asosiasi Iomu Politik (AIPI) Semarang, pengajar
tidak tetap STIE Semarang dan
STIE BPD Jateng)
*TaufiqW