TEROR HOAX, KETELADANAN DAN WABAH CORONA


Oleh : Pudjo Rahayu Risan

Nampaknya penanganan COVID-19 atau virus corona di Indonesia trendnya semakin meningkat. Indikatornya bisa dilihat dengan munculnya berbagai kebijakan yang diambil oleh kepala daerah di beberapa daerah. Pandemi corona membuat pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan seperti menghimbau masyarakat untuk melakukan social distance, isolasi, karantina dan sebagainya. Lantas apa maksud istilah-istilah tersebut dalam konteks kesehatan masyarakat ini?

Berikut penjelasan terkait pengertian dari social distance, lockdown, quarantine, work from home, dan isolasi.

Social distance

Menurut Katie Pearce dari John Hopkins University, social distance adalah sebuah praktek dalam kesehatan masyarakat untuk mencegah orang sakit melakukan kontak dengan orang sehat guna mengurangi peluang penularan penyakit. Tindakan ini bisa dilakukan dengan cara seperti membatalkan acara kelompok atau menutup ruang publik, serta menghindari keramaian.
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) menambahkan, social distance yang berlaku untuk COVID-19 selain yang telah disebutkan di atas, juga dengan menjaga jarak sekitar 6 kaki atau 2 meter dari orang lain.

Lockdown

Pengertian lockdown dalam konteks pandemi virus corona menurut Merriam-Webster lockdown adalah sebuah keadaan darurat yang membuat seseorang untuk tidak diperbolehkan masuk atau keluar dari sebuah wilayah tertentu dalam kurun waktu tertentu. Tindakan ini dilakukan selama keadaan darurat tersebut berlangsung.
Tindakan ini telah dilakukan oleh beberapa negara di dunia dalam menangkal penyebaran corona, seperti di Italia dan Denmark.

Quarantine

Dalam Bahasa Indonesia, quarantine artinya karantina. Dalam konteks kesehatan, menurut Centers for Disease Control and Prevention, quarantine bermakna memisahkan dan membatasi pergerakan seseorang yang terkena penyakit menular. pemisahan dan pembatasan ini berguna untuk mengetahui laju penyakit.

Jika salah satu keluarga atau orang yang pernah memiliki kontak dengan terindikasi positif terinfeksi virus corona, maka kemungkinan Anda atau orang-orang yang pernah memiliki kontak dengan pasien tersebut akan dikarantina. Tindakan ini dilakukan guna memeriksa lebih lanjut perkembangan penyakit dalam tubuh orang tersebut.


Work from home

Pada dasarnya work from home berarti bekerja dari rumah. Jika dilihat dalam situasi pandemi corona ini, work from home dilakukan guna mencegah penularan penyakit selama menuju dan berada di tempat kerja.

Menurut Forbes, untuk melakukan work from home tak hanya berlaku pada para karyawan tetapi juga siswa sekolah dan penitipan anak. Segala aktifitas dilakukan di rumah masing-masing.
Namun, work from home bukan berarti semua pekerjaan diliburkan. Situasi tempat kerja hanya berpindah dari kantor ke tempat tinggal atau studio pribadi masing-masing, dengan tujuan tetap produktif melakukan aktifitas.

Status KLB

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No 949/ MENKES/SK/VII/2004 Peraturan Menteri Kesehatan RI No . 949/ MENKES/SK/VII/2004, Kejadian Luar Biasa (KLB) berarti timbulnya atau meningkatnya kejadian seperti kasus penyakit atau kematian yang secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu.

Status KLB hampir mirip dengan arti pandemi yaitu meluasnya wabah dengan tingkat kejadian kasus di luar dugaan. Penetapan KLB bagi bergantung pada otoritas tiap-tiap wilayahnya. Seperti yang dilakukan Pemerintah Kota Solo yang menetapkan status KLB Covid-19  di wilayahnya. Penetapan ini berguna untuk pengambilan langkah-langkah lebih lanjut guna mengatasi penyebaran wabah.

Isolasi

Isolasi hampir mirip dengan karantina. Istilah ini bermakna sama-sama melindungi masyarakat dari kemungkinan tertular penyakit menular. Bedanya, isolasi memisahkan orang yang terinfeksi penyakit menular dari orang yang tidak sakit.

Orang yang terinfeksi positif corona akan diisolasi di ruangan tertutup dengan penanganan khusus. Lebih seringnya, pasien tidak bisa bertemu dengan siapa pun kecuali petugas kesehatan yang telah menggunakan pakaian pelindung diri.

Apakah dengan  social distance, quarantine, work from home, isolasi, dan mungkin seandainya diberlakukan lockdown, sudah cukup ? Ternyata tidak cukup. Sekurang-kurangnya ada dua (2)  variabel, yang bisa berpengaruh terhadap proses menghadapi wabah corona.

Pertama, teror informasi yang berbentuk teror hoaks. Informasi yang salah, menyesatkan, palsu dan memutar balikan fakta yang justru mempengaruhi ketika sedang melawan wabah corona. Informasi yang mestinya menjadi edukasi, advokasi dan persuasif dalam rangka menghadapi virus corana, malah menjadi musuh bersama karena kontennya berisi berbagai kebohongan menjadi kontraproduktif.

Hoaks adalah berita palsu yang sengaja dibuat dan disebar luaskan untuk menimbulkan ketakutan atau kehebohan. Terdapat pula hoaks yang dibuat untuk menipu publik. Hoaks-hoaks ini jika sebelumnya banyak disebar lewat SMS dan email, kini mulai berpindah ke pesan aplikasi chatting seperti WhatsApp atau BBM (BlackBerry Messenger).
Meski dari awal sudah terdengar mencurigakan kabar itu, masih banyak saja yang kerap tertipu hoaks di dunia maya. Ironisnya, walaupun terdengar sepele, hoaks dapat menimbulkan berbagai dampak negatif bagi netizen.

Hoaks adalah suatu berita palsu yang sengaja dibuat dan disebar luaskan untuk menimbulkan ketakutan atau kehebohan. Bahkan berita hoaks yang dibuat justru bertujuan untuk menipu publik. Saat ini pesatnya kemajuan teknologi informasi & komunikasi tak hanya memberikan dampak yang positif tetapi juga memberikan dampak yang buruk bagi masyarakat. Terlebih penyampaian informasi begitu cepat dimana setiap orang telah dengan mudah memproduksi informasi, bahkan informasi yang begitu cepat tersebut melalui beberapa media sosial seperti facebook, twitter, ataupun pesan telepon genggam seperti, whatsapp (WA) dan lain sebagainya yang tidak dapat difilter dengan baik.

Selain itu pula ditegaskanya berita hoaks pun akan menimbulkan opini negatif, fitnah, penyebar kebencian yang diterima dan menyerang pihak ataupun membuat orang menjadi takut, terancam dan dapat merugikan pihak yang diberitakan sehingga dapat merusak reputasi dan menimbulkan kerugian materi dan sebagainya.

Kedua, perlunya ketauladanan dari para elit politik, elit penguasa disemua lini, elit pemuka agama, pemuka masyarakat, tokoh dan kaum cendikiawan. Kelompok kedua ini harus mampu melawan berita-berita yang simpang siur dan hoaks. Disamping itu, harus ada ketauladanan sebagai perilaku sehari-hari. Hindarilah ketika kita sedang memerangi wabah corona, justru para elit dari segala lini saling menyalahkan. Termasuk menonjolkan perbedaan dikalangan masyarakat.Televisi, terutama televisi berita harus hati-hati jangan hanya persoalan untuk menaikkan rating dengan mempertontonkan dua kubu yang berseberangan membahas virus corona justru akan menimbulkan persepsi yang berbeda dikalangan masyarakat. Bukan saya lawan anda, tetapi saya dan anda, adalah kita melawan virus corona. Elit harus kompak sama-sama menghadapi virus corona.

Justru semua public figure, semua golongan di Indonesia termasuk kelompok elit politik menjadikan pandemi virus corona sebagai momentum untuk menghilangkan ego kepentingan dan bersatu-padu menyelematkan bangsa. Inilah saatnya kita bekerjasama. Jangan egois. Dalam situasi sekarang ini, berhentilah membuat pernyataan yang kontra produktif.
Sangat disayangkan pada saat ini masih ada pertempuran opini buzzer dan elit politik di media sosial yang berusaha saling menyalahkan terkait kasus corona. Lebih memprihatinkan lagi, ada upaya saling membentur antara pihak-pihak yang berwenang mencegah penyebaran wabah antara pemerintah pusat dan daerah.

Sebagai gambaran, mencontohkan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan ataupun Gubernur Banten Wahidin Halim yang dianggap cepat tanggap mengatasi penyebaran virus corona malah dikritik. Bahkan ada pula pihak-pihak yang menyalahkan kebijakan Presiden Jokowi. Jangan jadilan fenomena virus corona menjadi ajang politisasi untuk kepentingan kelompoknya dan kepentingan sesaat. Kepada produser hoaks, sadarlah. Kepada yang meneruskan ternyata berita hoaks jangan mudah memainkan jari-jarinya. Indonesia milik kita. Kita adalah Indonesia.


 (Drs. Pudjo Rahayu Risan, M.Si, lulusan Magister Administrasi Publik Undip, pengurus Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI) Semarang, penagajar tidak tetap STIE Semarang dan STIE BPD Jateng

Share this

Previous
Next Post »
Give us your opinion

Jangan lupa kebijaksanaan anda dalam berkomentar