“COBAAN GUSTI ALLAH”
Assalammualaikum wr. wb.
Semoga kedamaian, keberkahan, dan rahmat Tuhan Yang Maha Esa
senantiasa menyertai kita semua,
Para warga Yogyakarta, juga anak-anakku yang sedang belajar
di rumah,
Saudara-saudaraku semuanya,
SAYA, Hamengku Buwono, pada hari-hari ini yang sarat akan
ketidakpastian, yang digambarkan oleh Pujangga Wekasan, Ranggawarsito, dalam
Serat Kalatidha, suasana tidha-tidha yang sulit diramal, penuh rasa was-was,
saya mohon para warga agar bersamasama memanjatkan doa ke haribaan Allah SWT,
Tuhan Yang Maha Esa, agar kita diberi petunjuk di jalan lurus-Nya, kembali pada
ketenteraman lahir dan batin.
Di masa tanggap darurat bencana virus corona ini, kita harus
menghadapinya dengan sikap sabar-tawakal, tulus-ikhlas, pasrah lahir-batin,
disertai ikhtiar yang berkelanjutan. Sama seperti juga bagi saya, yang
berkewajiban menjadi pamong praja beserta pamomong rakyat Yogyakarta, harus
berpegang teguh pada ajaran Jawa: “Wong sabar rejekine jembar, Ngalah urip
luwih berkah”.
Suasana dualistis ini ibarat mata uang logam, di balik “bahaya”
ada “peluang”, bagaikan pedang bermata dua, bisa untuk “membunuh musibah” atau
“bertahan hidup”. Islam mengajarkan, di balik cobaan hari ini selalu ada berkah
yang datang kemudian. Kemudahan memang tampak enak, dan bisa membuat orang
terlena. Di mana seorang pengemudi mobil mengantuk? Bukan di jalan sulit dan
sempit, tetapi di jalan raya yang mulus. Pepatah Jawa mengatakan: “kêsandhung
ing râtâ, kêbêntus ing tawang”.
Saudara-saudaraku Warga Yogya semuanya, BERBEDA dengan
bencana gempa tahun 2006 yang kasat-mata. Sekarang ini, virus corona itu jika
memasuki badan, tidak bisa kita rasakan, dan menyerangnya pun tak terdugaduga.
Menghadapi hal itu, kita selayaknya bisa menjaga kesehatan, laku prihatin, dan
juga wajib menjalankan aturan baku dari sumber resmi yang terpercaya. Saya
yakin, karena rakyat Yogyakarta memiliki kadar literasi yang tinggi, tentu bisa
membedakan mana yang
berita hoax serta mana-mana yang benar dan nalar. Pepatah
Jawa kembali mengatakan: “Gusti paring dalan kanggo uwong sing gelem ndalan”.
Karena itu, strategi mitigasi bencana non-alam ini, DIY belum
menerapkan “lockdown”. Melainkan “calm-down” untuk menenangkan batin dan
menguatkan kepercayaan diri, agar eling lan waspada. Eling atas Sang Maha
Pencipta dengan laku spiritual: “lampah” ratri, zikir malam, mohon pengampunan
dan pengayoman-Nya.
Waspada, melalui kebijakan “slow-down”, sedapat mungkin
memperlambat merebaknya pandemi penyakit corona, dengan cara reresik diri dan
lingkungannya sendirisendiri. Kalau merasa kurang sehat harus memiliki
kesadaran dan menerima kalau wajib “mengisolasi diri” pribadi selama 14 hari
sama dengan masa inkubasi penyakitnya. Jaga diri. Jaga keluarga. Jaga
persaudaraan. Jaga masyarakat, dengan memberi jarak aman, dan sedapat mungkin
menghindari keramaian jika memang tidak mendesak betul. Bisa jadi kita merasa
sehat, tapi sesungguhnya tidak ada seorang pun yang bisa memastikan bahwa kita
benar-benar sehat. Malah bisa jadi kita yang membawa bibit penyakit. Karena itu
saya mengingatkan pada pepatah Jawa lagi: “Datan serik lamun ketaman, datan
susah lamun kelangan”. Pesan saya singkat: ”Waspadalah dan berhati-hatilah
Saudara-saudaraku!”
Doaku buat seluruh warga: “Sehat, sehat, sehat!”. Semoga
Gusti Allah berkenan meridhai-Nya. Aamiin.
Terima kasih.
Wassalamualaikum wr. wb.
KARATON NGAYOGYAKARTA HADININGRAT,
Senin Pon, 23 Maret 2020, 28 Rejeb taun Wawu 1953
HAMENGKU BUWONO X
(Khus)