PEMBEBASAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM



Semarang - Sabtu,( 14/3/2020)

Hampir tidak ada orang tidak membutuhkan tanah. Tanah menjadi sangat berpengaruh bagi kehidupan manusia. Bahkan sampai tutup usia manusia tetap membutuhkan tanah untuk peristirahatan terakhir. Apalagi untuk usaha, bisnis, kegiatan industri, bahkan kawasan industri, membutuhkan tanah ribuan hektar luasnya. Persoalan menjadi berkembang dan rumit manakala negara lewat pemerintah membutuhkan tanah untuk kepentingan umum, namun pemerintah tidak sepenuhnya menguasai tanah yang dibutuhkan.

Salah satu cara pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya, membuka lapangan kerja. Bicara lapangan kerja, salah satu jalan harus ada investor yang bersedia menanamkan investasinya dengan membuka industri. Nah ketika membutuhkan tanah atau lahan, harga menjadi mahal pada akhirnya daya saing bagi Indonesia dengan sendirinya melemah. Pada posisi ini pemerintah harus hadir ketika negara membutuhkan tanah untuk kepentingan umum.

Konsep kepentingan umum

Huybers (1982) menyatakan definisi kepentingan umum adalah kepentingan masyarakat sebagai keseluruhan yang memiliki ciri-ciri tertentu antara lain menyangkut semua sarana publik bagi berjalannya kehidupan yang beradab.

Menurut Maria SW Sumardjono (2001) kepentingan umum pada UU 5/1960, UU 20/1961 Pencabutan Hak-hak Atas Tanah dan Benda-benda Yang Ada Di Atasnya dan Inpres 9/1973 Tentang Pelaksanaan Pencabutan Hak-hak Atas Tanah dan Benda-benda Yang Ada Di Atasnya, belum menegaskan esensi kriteria kepentingan umum secara konseptual. Kepentingan umum dinyatakan dalam arti “peruntukannya” yaitu kepentingan bangsa dan negara, kepentingan bersama dari rakyat dan kepentingan pembangunan. Sedangkan dalam Inpres 9/1973 kepentingan umum diartikan sebagai kegiatan yang menyangkut 4 macam kepentingan yaitu kepentingan bangsa dan negara, masyarakat luas, kepentingan bersama dan kepentingan pembangunan.

Terdapat perbedaan pengertian kepentingan umum antara UU 5/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang sebelumnya menjadi landasan hukum soal pertanahan dengan aturan pada UU  2/2012 Tentang Pengadaan Tanah  Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Dalam UU 5/1960, konsep kepentingan umum tidak disebutkan secara jelas. Istilah kepentingan umum hanya digunakan sebagai legitimasi tindakan negara untuk mencabut hak rakyat atas tanah.

Dalam pasal 18 yang menyatakan untuk kepentingan umum termasuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut dengan memberi ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur dengan undang-undang. Namun hal itu berbeda dengan UU 2/2012 yang menyebutkan secara jelas pengertian kepentingan umum dalam pasal 1 ayat (6) sebagai kepentingan bangsa, negara, dan masyarakat yang harus diwujudkan oleh pemerintah dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

Beragam penafsiran tentang konsep kepentingan umum dalam konteks pembangunan mendorong kita untuk menyatukan persepsi terlebih dahulu tentang apa yang dimaksud dengan kepentingan umum itu sendiri. Secara sederhana kepentingan umum dapat diartikan sebagai untuk keperluan, kebutuhan atau kepentingan orang banyak atau tujuan sosial yang luas. Namun pengertian tersebut masih terlalu umum, tidak mampu memberikan suatu batasan yang jelas.

Untuk Pengadaan Tanah, konsep kepentingan umum pasa Keppres 55/1993 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum telah memberikan klarifikasi dan definisi yang tegas mengenai kepentingan umum yang mencakup 3 ciri yaitu kepentingan seluruh masyarakat, kegiatan pembangunan yang dilakukan dimiliki oleh pemerintah dan tidak dipergunakan untuk mencari keuntungan. Dengan demikian interpretasi tentang kegiatan termasuk dalam kategori kepentingan umum dibatasi pada terpenuhinya ketiga unsur tersebut secara kumulatif.

Konsep kepentingan umum pada Keppres 55/1993 kemudian diperkuat dalam Perpres 36/2005 jo Perpres 65/2006 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, Perpres menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan kepentingan umum adalah kepentingan sebagian besar lapisan masyarakat. Rumusan kepentingan umum dalam Perpres tesebut lebih tepat dengan menggunakan rumusan “sebagian besar lapisan masyarakat”. Sebab sarana umum yang dibangun belum tentu dapat dinikmati semua masyarakat.
Kata “sebagian besar” mempunyai arti tidak semua masyarakat namun dapat dianggap untuk semua masyarakat, walaupun dari sebagian besar itu ada sebagian kecil masyarakat yang tidak bisa menikmati hasil atau manfaat dari fasilitas pembangunan kepentingan umum itu sendiri. Atau dengan kata lain kepentingan umum adalah kepentingan yang menyangkut kepentingan negara, bangsa dan sebagian besar masyarakat.

Atas dasar hal-hal yang disebutkan diatas, kepentingan umum dapat didifenisikan sebagai suatu kepentingan yang menyangkut semua lapisan masyarakat tanpa pandang golongan, suku, agama, status sosial dan sebagainya. Berarti apa yang dikatakan kepentingan umum ini menyangkut hajat hidup orang banyak bahkan termasuk hajat bagi orang yang telah meninggal atau dengan kata lain hajat semua orang, karena yang meninggalpun masih memerlukan tempat pemakaman dan sarana lainnya.

Bagaimana pembebasan tanah untuk kawasan industri ?

Kawasan industri di Indonesia dianggap sebagai salah satu cara paling efektif untuk menyediakan lapangan pekerjaan, meningkatkan perekonomian dan persaingan pasar. Dengan demikian kawasan industri sangat dibutuhkan untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi. Namun apa daya pembebasan tanah untuk kawasan industri, yang mampu membuka lapangan kerja, meningkatkan perekonomian dan persaingan pasar pada tataran di lapangan sulit terlaksana. Konsep atau pengertian pembebasan tanah untuk kepentingan umum masih memunculkan banyak pandangan yang berbeda.

Hasil kajian Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) menyebutkan masalah pembebasan lahan menempati urutan kedua tertinggi setelah masalah perencanaan dan penyiapan. Pembebasan tanah untuk proyek infrastruktur tidak hanya untuk kawasan industri sampai saat ini masih menjadi persoalan utama yang dihadapi dalam percepatan penyediaan infrastruktur di Indonesia.

Pertimbangan yuridis

Pertimbangan yuridis dalam mewujudkan kehidupan masyarakat adil dan makmur, diperlukan partisipasi seluruh elemen bangsa terhadap pembangunan semua bidang kehidupan seperti ekonomi, politik, hukum dan sosial budaya terutama oleh Negara. NKRI menjadikan Pancasila sebagai pedoman hidup dalam Rumah Indonesia untuk menjadi kehidupan sejahtera bagi Rakyat Indonesia sebagaimana dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 menyatakan: “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.”
Untuk menuju kehidupan sejahtera dengan menciptakan keadilan khususnya di bidang bumi, air dan ruang angkasa, maka perlu aturan pelaksana dari Pancasila untuk menjelaskan, mengantisipasi dan memberi solusi terhadap segala persoalan hukum khususnya di bidang agraria di Indonesia. Oleh karena itu diatur dan disusunlah ketentuan hukum agraria nasional sebagaimana dalam UU Pokok Agraria 5/1960 tentang peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria atau lebih dikenal dengan UUPA merupakan aturan yang mengatur tentang dasar-dasar dan ketentuan penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan sumber daya agraria nasional di Indonesia.

Sebagai dasar bagi politik Hukum Agraria karena hukum agraria nasional itu harus mewujudkan penjelmaan dari KeTuhanan Yang Maha Esa, Perikemanusiaan, Kebangsaan, Kerakyatan dan Keadilan Sosial, sebagai asas kerohanian Negara dan cita-cita Bangsa seperti tercantum di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar. Oleh karena itu, dalam proses pengadaan tanah untuk pembangunan Kawasan Industri wajib merujuk dalam UUPA.
Karena untuk kepentingan Negara, ketentuan-ketentuan dalam penguasaan tanah telah diatur dalam UUPA sebagaimana dalam: Pasal 2 UUPA menyatakan: (1) Atas dasar ketentuan pasal 33 ayat (3) UUD dan hal-hal sebagai dimaksud dalam pasal 1, bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat.
(2) Hak menguasai dari Negara ada dalam ayat (1) pasal ini memberi wewenang untuk: a) mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut; b) menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa, c) menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.
(3) Hak menguasai dari Negara tersebut pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada daerah daerah Swatantra dan masyarakat-masyarakat hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional, menurut ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah Pasal 18 UUPA menyatakan : “Untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan Negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan memberi ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur dengan Undang-undang”

Selain dari Pancasila, UUD 1945 dan UUPA tersebut, Pemerintah sebagai Penyelenggara Negara telah membuat aturan turunan dalam pelaksanaan aturan tersebut UU 2/2012 tentang Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum. Maksud  UU ini untuk mewujudkan masyarakat adil, makmur, dan sejahtera berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dan menjamin terselenggaranya pembangunan untuk kepentingan umum, maka diperlukan tanah yang proses pengadaannya dilaksanakan dengan mengedepankan prinsip kemanusiaan, demokratis, dan adil.
Sehingga pembebasan tanah untuk kawasan industri, Negara dalam hal ini pemerintah, mempunyai legal standing atau dasar hukum dalam melaksanakan pengadaan tanah berdasarkan UU 2/2012, diatur pada Pasal 1 ayat 1 UU 2/2012: “Instansi adalah lembaga negara, kementerian dan lembaga pemerintah nonkementerian, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, dan BUMN/BUMD yang mendapatkan penugasan khusus pemerintah”.

Pasal 3 UU 2/2012 menyatakan : “Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum bertujuan menyediakan tanah bagi pelaksanaan pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran bangsa, negara, dan masyarakat dengan tetap menjamin kepentingan hukum Pihak yang Berhak.”

Pasal 7 UU 2/2012 menyatakan: (1) Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum diselenggarakan sesuai dengan: a. Rencana Tata Ruang Wilayah; b. Rencana Pembangunan Nasional/Daerah; c. Rencana Strategis; dan d. Rencana Kerja setiap Instansi yang memerlukan tanah.”
Sebagai contoh.  untuk aturan turunan sekaligus sebagai aturan pelaksana dari UU 2/2012 adalah Perpres 79/2019 tentang Percepatan Pembangunan Ekonomi Kawasan Kendal - Semarang - Salatiga - Demak - Grobongan, Kawasan Purworejo - Wonosobo - Magelang - Temanggung, dan Kawasan Brebes - Tegal – Pemalang. Pada posisi ini Negara membutuhkan tanah untuk memenuhi percepatan dalam proses pengadaan tanah untuk pembangunan Kawasan Industri Brebes di Kabupaten Brebes seperti yang diatur dalam Perpres 79/2019 yang menetapkan Kawasan Industri Brebes sebagai salah satu program strategis nasional.    

Drs. Pudjo Rahayu Risan, M.Si, lulusan Magister Administrasi Publik Undip, pengurus Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI) Semarang, pengajar tidak tetap STIE Semarang dan SITE BPD Jateng)Oleh :Pudjo Rahayu Risan



Share this

Previous
Next Post »
Give us your opinion

Jangan lupa kebijaksanaan anda dalam berkomentar