DESENTRALISASI FISKAL MENGANTISIPASI COVID-19


Oleh : Pudjo Rahayu Risan.

Gelombang mudik dari kota besar, khususnya Jakarta dan sekitarnya sulit dibendung. Mereka pulang kampung ke Jawa Barat, Jawa Tengah, Jogja dan Jawa Timur. Filosofi Jawa klasik muncul, “mangan ora mangan asal kumpul”. Salah satu kultur kita adalah komunal, hidup di Jakarta dengan posisi social distancing, serba terbatas apalagi kebutuhan sehari-hari sulit dan mahal sementara penghasilan menurun, pulang kampung menjadi pilihan yang menarik. Jangankan libur dua minggu, libur dua hari saja pulang kampung.
Mereka pulang secara massal dan membutuhkan waktu lima sampai sepuluh jam sampai kampung halaman sangat rentan terhadap saling tukar virus corona. Fenomena ini tidak saja menghambat untuk memutus mata rantai penyebaran covid-19, sekaligus akan memberatkan Pemda masing-masing. Pemda menjadi kesulitan dari aspek penyediaan dan pengelolaan sumber daya manusia baik medis maupun non medis, fasilitas sarana prasarana medis dan non medis serta  sumber dana yang memadai.

Disinilah perlunya Pemda melakukan tata ulang APBD pada tahun berjalan menyiapkan perubahan APBD. Kebijakan pemerintah pusat secepatnya melakukan desentralisasi fiskal diluar reguler untuk mengantisipasi penyebaran covid-19 yang kemungkinan dibawa oleh pemudik. Logikanya, penyebaran virus corona menjadi merata dan sulit dibendung, maka harus didukung dengan kebijakan fiskal yang memadai dan cepat.

Desentralisasi Fiskal

Pemerintah sesegera mungkin mengambil langkah kongkrit dan merealisasikan desentralisasi fiskal luar biasa yang bertujuan untuk meningkatkan kemandirian keuangan daerah agar leluasa mengelola keuangan daerah menghadapi dan mengantisipasi penyebaran covid-19 beserta implikasinya. Desentralisasi fiskal adalah penyerahan kewenangan fiskal dari pemerintah pusat kepada pemerintahan daerah. Semangat dan spirit desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom, untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, khususnya dalam menghadapi covid-19 namun tetap pada bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Langkah Presiden Jokowi patut kita apresiasi menandatangani Instruksi Presiden (Inpres) 4/2020 Tentang Refocussing Kegiatan, Realokasi Anggaran serta Pengadaan Barang dan Jasa dalam rangka Percepatan Penanganan Covid-19. Langkah ini harus segera ditindaklanjuti pada tataran implementasi dengan harapan mampu mengejar penyebaran covid-19 yang terus melaju. Dalam Inpres tersebut meminta Kementerian/Lembaga  untuk mengutamakan alokasi Anggaran yang ada guna mempercepat penanganan covid-19 sesuai protokol penanganan.
Langkah taktis Pemerintah tanggal 11 Maret 2020 mengutarakan refocussing kegiatan, relokasi anggaran, dan pengadaan barang dan jasa sebagai upaya yang ditempuh Pemerintah dalam percepatan penanganan virus covid-19. Kementerian/Lembaga dan Pemda segera merevisi anggaran dan mengajukan kepada Menkeu.

Langkah cepat Pemda

Langkah cepat harus diambil masing-masing Pemda adalah menata ulang atau realokasi anggaran dengan cara semua Organisasi Pemerintah Daerah mengurangi perjalanan dinas dan seminar-seminar, loka karya atau sejenisnya serta sosialisasi diluar materi covid-19 apalagi yang melibatkan banyak orang, besaran anggaran yang dipangkas atau dialihkan untuk menangani covid-19 berkisar 70% sampai 80 %. Disamping itu, kegiatan semacam itu termasuk perjalanan dinas pada saat-saat sekarang juga tidak dibelanjakan.
Pembahasan bersama DPRD untuk diajukan ke Menkeu. Sisa pergeseran anggaran sebesar 20-30% disediakan untuk tiga bulan terakhir 2020 dengan asumsi terburuk penanganan covid-19 selama enam bulan.

Tidak itu saja, Pemda juga harus mempercepat pelaksanaan pengadaan barang dan jasa  untuk penanggulangan covid-19 dengan memperluas dan mempermudah akses sesuai UU Penanggulangan Bencana dan aturan turunannya. Baik realokasi dan pengadaan barang dan jasa mendapat dukungan baik dari Menkeu maupun KPK.

Berdasarkan perhitungan kembali anggaran yang dilakukan Kemenkeu, terdapat dana Rp121,3 triliun yang bisa digunakan untuk menangani bencana nasional, covid-19. Dana tersebut terdiri dari Rp 62,3 triliun dana APBN dan Rp  59 triliun dana transfer daerah. Tidak itu saja, dengan transfer ke daerah dan dana desa mencapai Rp 850 triliun, seharusnya daerah bisa juga realokasi anggarannya. Proses realokasi anggaran sangat praktis dan simpel hanya membutuhkan waktu dua hari. Selanjutnya anggaran sudah bisa digunakan untuk penanganan covid-19, baik untuk membeli alat kesehatan, infrastruktur rumah sakit, jaringan pengaman sosial maupun membantu UMKM.

Kita salut dengan langkah kebijakan juga diambil oleh Menkeu Sri Mulyani mewajibkan Pemda  menganggarkan belanja untuk kesehatan yang telah ditetapkan dalam APBD dalam rangka mengantisipasi dan menangani wabah covid-19. Hal itu tertuang dalam Permen Keuangan Nomor 19/PMK.07/2020 tentang Penyaluran Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, dan Dana Insentif Daerah Tahun Anggaran 2020 Dalam Rangka Penanggulangan covid-19.
Dalam rangka merespon covid-19 di wilayah Indonesia terhadap keselamatan dan kesehatan jiwa, perlu dilakukan penyesuaian sementara pada persyaratan penyaluran dan pembagian DBH, DAU, dan DID dengan tetap berpegang teguh pada prinsip kehati-hatian dan dapat dipertanggungjawabkan. Pemerintah dapat menggunakan DBH cukai hasil tembakau (CHT), DBH sumber daya alam (SDA) selain kehutanan, DBH SDA migas, DAU, dan DID tahun anggaran 2020 untuk menangani covid-19 sesuai dengan pasal 2 ayat (1) dan (2).
Berdasarkan Pasal 3 ayat (1), PMK mewajibkan Pemda menganggarkan belanja wajib bidang kesehatan yang besarannya telah ditetapkan sesuai peraturan perundang-undangan dalam APBD atau perubahan APBD. Belanja wajib bidang kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan untuk kegiatan pencegahan dan atau penanganan covid-19, sebagaimana pasal 3 ayat (3).
Sementara untuk penyalurannya, dalam pasal 4 ayat (1) disebutkan DBH SDA triwulan II dan III serta DAU mulai Mei 2020 hingga September 2020 dilakukan dengan ketentuan Pemda telah melaporkan kinerja bidang kesehatan dalam penanganan covid-19. Penyaluran DID tahap I dan II tahun anggaran 2020 untuk kelompok kategori pelayanan dasar publik bidang kesehatan dilaksanakan secara bersamaan paling cepat pada Maret dan paling lambat pada Juni 2020, sebagaimana pasal 4 ayat (2).

Dalam PMK, ditegaskan pihak Kemkeu akan memberikan sanksi bagi Pemda yang tidak melaporkan kinerja bidang kesehatan dalam penanganan covid-19 selama dua bulan berturut-turut dengan memotong penyaluran DAU. Pemotongan DAU tersebut akan disesuaikan dengan mempertimbangkan kapasitas fiskal dan perkiraan kebutuhan belanja daerah tiga bulan ke depan.
Dalam rangka pengendalian pelaksanaan APBN 2020 terhadap penyaluran DAU dapat dilakukan pemotongan yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri dan ditandatangani oleh Dirjen Perimbangan atas nama Menteri Keuangan, sebagaimana  pasal 6 ayat (1). Peraturan Menteri Keuangan itu ditetapkan dan mulai resmi berlaku pada 16/3/2020 hingga September 2020.
Kita apresiasi datangnya dukungan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lewat Wakil Ketua KPK Ghufron,  untuk penanganan pada saat kondisi darurat seperti sekarang bisa dilakukan dengan mekanisme penunjukan langsung terkait pengadaan barang dan jasa untuk penanggulangan covid-19. Penjelasannya, bahwa dalam kondisi darurat, pengadaan barang dan jasa mengikuti Peraturan LKPP Nomor 13/2018. Pengadaannya dapat dilakukan dengan penunjukan langsung dengan tahapannya mulai perencanaan, pelaksanaan pengadaan, dan pembayaran.

Namun begitu langkah preventif juga patut kita apresiasi dimana Ketua KPK Firli Bahuri mengingatkan kepada seluruh pihak agar tak melakukan tindak pidana korupsi di tengah wabah covid-19. Ia menyebut pelaku korupsi di saat bencana bisa diancam dengan hukuman mati. Apalagi di saat sekarang, kita sedang menghadapi wabah covid-19. Untuk itu agar pengadaan barang dan jasa dapat dilakukan secara cepat dan responsif. Kita semua sepakat keselamatan rakyat adalah hal yang utama.

Harmonisasi Pemerintah Pusat dengan Daerah

Perlunya harmonisasi antara Pemerintah dengan Pemerintah Daerah dalam segala hal untuk melawan covid-19. Pemerintah wajib hukumnya membnantu dan menjaga pertumbuhan ekonomi yang akan terdampak jika betul-betul terjadi lockdown. Kita berharap skenario lockdown tidak sampai terjadi. Maka pilihan pemerintah saat ini lebih memilih untuk menyiapkan pusat penampungan guna isolasi massal ketimbang lockdown dalam rangka menahan laju penularan Covid-19.
         
Intinya desentralisasi fiskal menjaga instrumen fiskal dikonsentrasikan untuk menjamin bahan pokok serta menjamin aktivitas logistik berjalan lancar.  Intinya  leadership,  kepemimpinan masing-masing pemerintah daerah penting untuk meminimalisir terjadinya penularan dan menciptakan mekanisme respons yang efektif.

(Drs. Pudjo Rahayu Risan, MSi, pengurus Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI) Semarang, pengajar  tidak tetap STIE Semarang dan STIE BPD Jateng .


Share this

Previous
Next Post »
Give us your opinion

Jangan lupa kebijaksanaan anda dalam berkomentar