Jakarta - Ketua
MPR RI Bambang Soesatyo menekankan di alam demokrasi yang dimasuki Indonesia,
setiap orang berhak dan bebas mengikuti kompetisi politik untuk mendapatkan
kepercayaan rakyat. Karena kedaulatan ada di tangan rakyat, sehingga baik anak,
menantu, ponakan atau istri pejabat maupun tokoh politik memiliki hak yang sama
untuk maju dalam kontestasi politik.
"Yang tak
boleh adalah menggunakan fasilitas negara untuk kepentingan pribadi, keluarga,
dan golongan demi memenangkan pemilihan. Apakah seseorang capable atau tidak
menduduki jabatan tertentu, rakyatlah yang menentukan. Tak ada yang salah jika
rakyat menganggap orang tersebut mampu, walaupun latar belakangnya dia anak
seorang pejabat. Jika orang tersebut menggunakan fasilitas kekuasaan untuk kepentingan
memenangkan pemilihan, bisa diproses di Bawaslu. Pengawasan dari rakyat maupun
organisasi masyarakat sudah sangat kuat. Jadi, tidak ada yang bisa
main-main," ujar Bamsoet saat menghadiri Mukadimah dan Peluncuran
NAGARA INSTITUTE, serta rilis Daerah Terpapar Dinasti Politik sebagai Dampak
Oligarki Politik, di Jakarta, Senin (17/2/20).
Mantan Ketua DPR
RI 2014-2019 ini mencontohkan, di Amerika Serikat saja sebagai negara yang
sering dipandang leluhurnya demokrasi, sering ditemukan seorang anak mengikuti
jejak orang tuanya berjuang di jalur politik. Sebagaimana ditunjukan Presiden
Amerika Serikat ke-43 George Walker Bush Jr yang mengikuti jejak ayahnya George
H.W Bush Sr yang terlebih dahulu menjadi Presiden Amerika Serikat ke-41.
Begitupun Hillary Clinton, istri Presiden Amerika Serikat ke-42 Bill Clinton,
yang punya kiprah luar biasa bukan hanya dalam perpolitikan Amerika melainkan
juga dunia.
"Karena itu,
tidak ada yang salah dari anggota keluarga yang ikut terjun ke politik. Sebagai
sebuah bangsa, tugas kita bukanlah menghalangi warga negara maju dalam
pencalonan untuk mengabdikan diri kepada bangsa dan negara. Tugas kita adalah
mengedukasi masyarakat agar tak salah memilih pemimpin. Masyarakat yang cerdas
akan memilih pemimpin yang berkualitas. Karena pada akhirnya, semua ditentukan
oleh rakyat saat menggunakan hak pilihnya di bilik suara," jelas Bamsoet.
Wakil Ketua Umum
SOKSI ini justru memperingatkan bahwa yang menjadi masalah dalam sistem
perpolitikan kita bukanlah terlibatnya anggota keluarga dalam politik.
Melainkan 'perselingkuhan' antara penguasa dengan pemilik modal yang bisa saja
mewakili kepentingan asing. Bahkan yang lebih parah, pemilik modal lah yang
melalui orang-orangnya bisa mempengaruhi kebijakan partai politik.
"Tugas
penguasa adalah mendistribusikan keadilan secara merata kepada seluruh anak
bangsa. Perselingkuhan antara penguasa dengan pemilik modal dan kepentingan
asing, membuat distribusi keadilan sosial maupun ekonomi menjadi jomplang.
Akibatnya, hanya segelintir orang yang menikmati kue pembangunan, sedang yang
lain terpinggirkan. Inilah justru yang harus disoroti," terang Bamsoet.
Wakil Ketua Umum
KADIN Indonesia ini juga menyoroti bahaya lain dari high cost political dalam
pemilihan umum maupun Pilkada. Memang sudah ada sebagian masyarakat yang tak
bisa diimingi dengan rupiah, dan lebih senang memperdebatkan ide dan gagasan si
calon. Namun disisi lain, kita juga tak bisa menutup mata terhadap masih
banyaknya rakyat yang justru semakin pragmatis.
"Akibarnya,
tak jarang kandidat dan partai politik tersandera. Ini seperti lingkaran setan
yang tak jelas ujung dan akhirnya. Karenanya, menjadi tugas para stake holder
dan lembaga kajian intelektual seperti NAGARA INSTITUTE lah untuk ikut serta
mengedukasi rakyat sebagai pondasi demokrasi," pungkas Bamsoet.
(Ojin)
Sumber : www.pikiran-rakyat.com