Klaten,
Sebuah terowongan ditemukan di Klaten yang diduga merupakan peninggalan zaman
pemerintahan Belanda. Terowongan tersebut diduga merupakan terowongan De
Suiker Fabriek Tjokro Toelong (terowongan
Pabrik Gula (PG) Tjokro Toeloeng) di zaman Belanda.
Terowongan
ini pertamakali ditemukan Danang Heri Subianto bersama Wawan pada 25 November
2019 bagda sholat Subuh, Danang menyusuri pinggiran Kali Pusur, mendekati mulut
terowongan yang nyaris tertutup lumpur yang diduga berasal dari Kali Pusur. Danang
hanya mengamati mulut terowongan dari luar.
Danang
menceritakan tentang apa yang dilihatnya kepada Giyanto, yang kemungkinan besar
arah terowongan berada di bawah rumah mereka.
Kurang
lebih satu minggu kemudian Danang mengumpulkan warga di Cokro Kembang.
Dalam
pertemuan itu dijelaskan, di bawah rumah warga terdapat terowongan yang
berpotensi menjadi destinasi wisata baru di Cokro. Di waktu selanjutnya, tujuh
warga Cokro Kembang memberanikan diri masuk ke terowongan. Mereka memasuki
mulut terowongan dengan cara merangkak.
Waktu
itu mulut terowongan masih dipenuhi lumpur yang diduga berasal dari Kali Pusur.
Sepanjang 17 meter, warga masih berjalan merangkak. Saat masuk ke terowongan,
warga mempersenjatai diri dengan senapan angin, parang, sepatu boot, lampu
halogen, parang, oksigen, helm, pisau.
“Di
dalam itu kondisinya pengap. Makanya kami membawa oksigen juga. Saat masuk,
banyak sekali ditemukan kelelawar berwarna merah. Jumlahnya mencapai ribuan,”
kata Danang Heri Subiantoro, saat ditemui wartawan di rumahnya, Kamis
(16/1/2020).
Pada
1 Desember 2019, sebanyak 70 kepala keluarga (KK) gotong royong membuka akses
terowongan yang dipenuhi lumpur tersebut. Gotong Royong ini akhirnya dikerjakan
setiap pekan. “Jumlah lumpur yang kami keruk dari dalam terowongan itu mencapai
75 kubik," jelas Danang.
"Di
pekan ketiga, kami juga bisa menyingkirkan blok cor yang lebarnya hampir
selebar mulut terowongan. Di pekan itu pula, kami sudah mengundang tiga pawang
ular guna memastikan di terowongan tidak ada ularnya [tidak ada kotoran ular,
tidak ada lungsungan ular, dan tidak ada aroma ular di dalam terowongan],”
imbuhnya.
Guna
memudahkan menyusuri terowongan, Danang melubangi tanah di depan rumahnya.
Lubang galian sedalam 6,25 meter itu tembus ke terowongan. Berbekal galian itu,
warga bisa menyusuri terowongan tak harus melalui mulut terowongan yang ada di
pinggir Kali Pusur. Saat ini di dalam terowongan terdapat tiga blower
(masing-masing berkekuatan 1.500 watt) dan delapan lampu penerangan. Di dinding
terowongan tersebut masih berair.
Salah
satu tokoh pemuda di Cokro Kembang, Suryanto, 42, warga di Cokro Kembang tak
mengira di bawah rumah beberapa warga terdapat terowongan peninggalan zaman
Belanda. Sewaktu kecil, Suryanto sering bermain di dekat mulut terowongan.
“Dulu
saya sering bermain di depan mulut terowongan itu. Tapi juga enggak tahu kalau
di situ adalah mulut terowongan [nyaris tertutup lumpur]. Saat saya kecil,
banyak yang bermain di sana. Kali di Pusur itu ya digunakan untuk mandi,
ngguyang kerbau, dan aktivitas warga lainnya,” katanya.
(002-trk)
Sumber : solopos.com