Oleh : Prof. Dr.Bambang Saputra, SH, MH
Terlepas adanya pro dan kontra dalam dinamika politik, yang pasti
keberhasilan pembangunan baik di bidang ekonomi maupun infrastruktur di era
pemerintahan Jokowi adalah suatu mahakarya anak bangsa yang tidak dapat
terbantahkan. Demikian halnya dengan Revisi Undang-Undang KPK yang
digelindingkan DPR Kamis (5/09/2019), sudah semestinya disambut baik karena
menjadi bagian dari kemajuan sebuah era pemerintahan itu sendiri.
Rapat Paripurna yang digelar menghasilkan kesepakatan menerima usulan
tanggapan masing-masing fraksi tanpa dibacakan. Draf RUU KPK itu sudah dikirim
kepada Presiden, dan sekarang tinggal menunggu apakah presiden setuju untuk
membahasnya. Kalau Presiden Jokowi konsisten dalam memperbaiki bangsa ini,
idealnya beliau memerintahkan menterinya untuk duduk bersama para anggota DPR
membahas RUU KPK itu.
Mengenai hal ini (RUU), KPK tidak perlu khawatir atau merasa dikebiri
atau dibantai. Dalam menangani kasus-kasus korupsi di negeri ini, toh KPK
tidak sendirian. Masih ada institusi lain seperti Kepolisian dan Kejaksaan
sudah sangat professional dalam menjalankan tugasnya.
Di era kemajuan ini, apalagi kita sudah memasuki era revolusi 4.0, tingkat
kejahatan koupsi mungkin sudah lebih canggih, para koruptor akan lebih licik
dalam menjalankan aksi bejatnya. Saya yakin tanpa adanya bantuan dari Polri dan
Kejaksaan, KPK tidak bisa berjalan sendiri, akan tetapi harus bersinergi dengan
institusi lain yang memiliki tugas yang serupa.
Adanya pasal-pasal dalam RUU itu terbaca bahwa di era digitalisasi ini
sudah semestinya KPK bersinegi dengan institusi lainnya yang justru memperkuat
dan bukan sebaliknya. “Memperkuat” disini bukan berarti RUU harus dirancang dan
dipaksakan untuk membuat KPK menjadi lembaga Negara yang superbody. Bersinergi
juga harus dipahami bahwa suatu upaya pemberantasan korupsi itu agar jalannya
tidak sempoyongan dan berjalan sempurna, maka harus dilakukan secara
komprehensif.
Dari sudut pandang tersebut, maka letak keberhasilan pemberantasan korupsi
itu adalah pada pencegahan yang dilakukan sebelumnya, dan bukan penangkapan-penangkapan
setelah terjadinya. Paradigma inilah yang sudah semestinya diluruskan, yaitu
dalam menangani kasus korupsi keberhasilan KPK adalah terletak pada
pencegahannya dan bukan penangkapannya. KPK meupakan suatu lembaga di hulu yang
menyadarkan orang-orang agar tidak berlaku korupsi, dan bukan menunggu di hilir
untuk menangkapi siapa-siapa yang korupsi.
Di sini kita jangan berburuk sangka bahwa RUU ini kepentingan siapa,
tetapi yang harus dipahami bahwa RUU yang sekarang itu eksistensinya jauh lebih
komprehensif dibanding UU KPK yang lahir sebelumnya. Kembali terlepas dari pro
dan kontra betapapun baiknya RUU itu dibuat untuk memperkuat KPK sebagai
lembaga anti rasuah maka kesuksesan KPK dalam menjalankan tugas-tugasnya tidak
terlepas dari Kejaksaan. Dan, letak kesuksesan KPK dalam memberantas korupsi
itu justru karena merangkul lembaga-lembaga lainnya untuk bekerja sama.
Atas dasar itu, maka adanya RUU KPK yang komprehensif adalah sebuah
keharusan demi perbaikan negeri ini ke depan, pemberantasan korupsi tidak
dilakukan hanya sebatas penangkapan-penangkapan yang dianggap prestasi, akan
tetapi pencegahan-pencegahan sebelum terjadinya tindakan korupsi itulah yang
paling utama. Karena majunya suatu bangsa ditandai dengan tingginya kesadaran
masyarakatnya untuk tidak korupsi. Kemudian hemat saya bapak Presiden Joko
Widodo agar tidak setengah hati dalam menyikapi persoalan RUU KPK ini, dan
segera memerintahkan menterinya untuk membahas RUU tersebut bersama DPR untuk
segera disahkan.KPK ini.